Pada saat Bangsa Indonesia sedang bersiap-siap untuk merayakan hari kemerdekaan yang ke 70, ternyata kembali bangsa ini kembali harus berduka dengan terjadinya kecelakaan pesawat Trigana Air ATR 42-300 dengan rute Bandara Sentani menuju Oxibil.
Kejadian tersebut memunculkan banyak diskusi oleh para pakar yang membahas dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sampai dengan pembahasan mengenai kondisi bandara di daerah Papua. Dari seluruh pembahasan tersebut, ternyata dapat disimpulkan bahwa keselamatan merupakan faktor utama yang harus menjadi perhatian dari seluruh penyelenggara transportasi umum.
Kesimpulan tersebut jelas memperkuat pernyataan dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang selalu mengatakan bahwa keselamatan merupakan prioritas utama dalam penyelenggaraan transportasi (01/07).
Akan tetapi, dalam mendiskusikan masalah keselamatan khususnya penerbangan di Papua, bukanlah sebuah perkara mudah. Konsep penerbangan di Papua jelas memiliki pendekatan yang berbeda dengan penerbangan di daerah-daerah lain.
Untuk beberapa kota seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Makasar dan kota-kota besar lainnya, banyak penerbangan yang dianggap sebagai alat transportasi untuk kelas menengah atas. Apalagi dengan kehadiran pesawat-pesawat raksasa yang siap membawa penumpangnya mengunjungi setiap Negara yang ada di seluruh dunia ini.
Sedangkan untuk daerah Papua, penerbangan kerap kali menjadi satu-satunya alat transportasi untuk menjangkau daerah-daerah di Papua khususnya di daerah pegunungan. Pesawat diterbangkan bukan hanya untuk kepentingan transportasi penumpang, akan tetapi juga merupakan alat utama untuk menyambung rantai logistik bagi masyarakat yang tinggal di tempat tersebut.
Melihat pentingnya peran pesawat udara untuk menyambung hidup masyarakat di daerah-daerah yang masih terisolasi, mengharuskan pemerintah daerah maupun masyarakat setempat bahu membahu untuk membangun landasan pacu untuk tempat mendarat pesawat yang membawa bahan-bahan logistik.
Dengan model inisiatif dari masyarakat tersebut, maka kerap kali standar pembangunan bandara tersebut jelas sangat minim. Di daerah tersebut akan sangat sulit ditemukan peralatan-peralatan navigasi modern yang dapat memandu pesawat untuk dapat mendarat di bandara tersebut. Belum lagi kondisi geografis bandara yang berada di tempat yang cukup membahayakan. Seperti yang dapat dilihat pada beberapa bandara berikut:
- Â Bandara Alama Mimika
- Bandara Belorai Sugapa
- Â Bandara Ilaga Puncak
Â
- Bandara Mulu Tsinga Mimika