Mohon tunggu...
Erwin Suryadi
Erwin Suryadi Mohon Tunggu... profesional -

Indonesia for better future

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun Politik 2014, Tahun Gila

18 Maret 2014   08:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:48 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuasaan menurut definisinya adalah adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh. Melihat definisi tersebut, sudah seyogyanya sesungguhnya kekuasaan adalah amanah rakyat yang dititipkan pada seseorang dalam rangka mencapai visi NKRI yaitu menjadi masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD'45.

Tahun 2014 merupakan sebuah tahun politik yang telah menyajikan sebuah tontonan yang tingkat kemenarikannya melebihi sinetron manapun. Rakyat diminta melakukan pilihan terhadap berbagai calon legislatif yang kebanyakan merupakan anggota legislatif periode 2009-2014 yang reputasi, kinerja dan rapotnya dipertanyakan serta calon baru yang naik karena adanya politik kedekatan dengan pemimpin partai politik serta kepopuleran semata. Padahal tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2014 - 2019 akan jauh melebihi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah mengenai kepastian hukum di negara kita ini. Kepastian hukum ini terkait dengan banyaknya produk legislasi yang ternyata dibatalkan oleh MK sehingga mengakibatkan ketidakpastian dalam bekerja. Salah satu contoh menarik mengenai tidak adanya kepastian hukum adalah mengenai pembubaran BP migas oleh MK, yang sampai sekarang belum menemukan solusi signifikan mengenai bentuk institusi tersebut dan berakibat pada gamangnya industri migas yang mempunyai tanggung jawab besar untuk memastikan pendapatan negara sekitar Rp. 300 triliun/tahun.

Ketidakpastian tersebut, ternyata tidak dapat direspon baik dan cepat oleh Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI, sehingga secara institusi SKK migas masih belum memiliki arah dalam mengawasi dan mengawal pendapatan negara tersebut. Kondisi ini diperparah dengan tidak kunjung ditentukannya Kepala SKK Migas deifinitif setelah kasus Prof. Rudi Rubiandini mencuat dan dampaknya menyerang seluruh stakeholder dari industri migas di Indonesia.

Permasalahan diatas, hanya sebagian contoh kecil dari daftar permasalahan yang harus dihadapi oleh Pemerintah dan Parlemen periode 2014-2019. Masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang harus menjadi perhatian dan pekerjaan rumah bagi pemerintahan mendatang, misalnya mengatasi masalah ketahanan pangan yang sampai sekarang didominasi oleh impor, ketahanan ekonomi terutama terkait dengan permasalahan kurs dan besarnya hutang luar negeri. Selain itu, pemerintah juga akan menghadapi AFTA dimana produk China akan dapat masuk ke Indonesia tanpa pembatasan. Pertanyaan yang perlu dilontarkan adalah dengan model rekrutmen caleg seperti yang sudah disampaikan diatas, apakah benar DPR RI terpilih periode 2014-2019 nanti akan dapat menjawab berbagai tantangan di atas dengan menciptakan produk legislasi yang tepat.

Selain dari caleg, selanjutnya tontonan juga semakin menarik dengan melihat calon-calon presiden dan wakil presiden yang cara memilihnya pun juga dengan menggunakan konsep "popularitas" bukan konsep kinerja dan road map untuk menjawab tantangan negara di masa yang akan datang. Banyak orang akhirnya terbutakan oleh kekuasaan untuk mendeklarasi dirinya menjadi capres/cawapres, sebut saja dari artis dangdut, penegak hukum, birokrat, tentara bahkan pengusaha menyatakan sanggup untuk memimpin negara ini di periode 2014-2019.

Sebenarnya tidak ada yang salah dan juga memang hak dari rakyat untuk mencalonkan dirinya sebagai calon presiden/wakil presiden. Akan tetapi sebaiknya yang ditampilkan adalah program kerja yang akan dicapai oleh para capres dan cawapres tersebut dan bukan visi/misi capres dan cawapres yang selalu membuai masyarakat dan pada akhirnya kembali masyarakat juga yang dikecewakan oleh visi dan misi tersebut.

Di tahun politik 2014 yang sebaiknya dicanangkan sebagai tahun gila, ada baiknya semua calon-calon tersebut melakukan introspeksi mengenai apa rencana kerja yang harus dilakukan oleh para calon tersebut apabila nantinya terpilih dan bukan hanya "blusukan" yang tampaknya dijadikan jargon dan jualan politik bagi banyak calon maupun partai politik di Indonesia.

Penyelesaian permasalahan di Indonesia memang membutuhkan pemimpin yang bisa "blusukan" untuk melihat langsung kondisi masyarakat, akan tetapi "blusukan" bukanlan segalanya. Penyelesaian permasalahan di Indonesia yang kompleks ini harus bisa menggabungkan konsep "blusukan" dan hasilnya dapat dituangkan dalam rencana jangka menengah dan jangka pendek serta dibungkus dengan produk legislasi yang kuat dan memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara negara maupun para pelaku lainnya.

Semoga di Tahun gila ini, muncul satria piningit yang juga "gila" untuk dapat mengembalikan Indonesia dari berbagai ketertinggalan dan mengangkat kesejahteraan Indonesia di masa yang akan datang

Erwin Suryadi

Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun