Sejak Jepang membuka border untuk masuknya wisatawan asing, tiba-tiba saja saya sudah membeli tiket ke sana untuk bulan Januari. Ini sudah kesekian kalinya saya jadi solo traveller, jadi sudah biasa.Â
Kuncinya banyak mencari info dan belajar mengenai obyek wisata dan tempat-tempat yang akan didatangi, terutama transportasinya. Jepang adalah negara yang terkenal dengan system transportasi yang paling rumit di dunia. Karena di sana ada beberapa operator yang menjalankan MRT. Jadi setiap operator mempunyai jalur rel masing-masing dan stasiunnya pun berbeda.
Beberapa bulan sebelum pergi saya sudah mempelajari mengenai transportasi di Jepang ini, kira-kira saya akan naik kereta apa, bagaimana cara membeli tiketnya dan lain-lain.Â
Kita bisa searching di google untuk mengetahui harus berganti kereta di mana untuk mencapai suatu tempat. Â Misalnya, saya hendak menuju hotel tempat saya menginap di Asakusa dari hotel di Narita. Tulis saja di Google map lokasi-lokasi tersebut dan klik gambar MRT, nanti akan keluar beberapa alternatif transportasi beserta harganya. Lengkap dan jelas. Tinggal nanti saja bagaimana di lapangan, setidaknya dari Jakarta saya sudah ada gambaran.Â
Hal ini juga bisa di terapkan jika kita hendak berpindah dari satu obyek wisata ke obyek wisata lain. Â Jika dilihat di google jaraknya dekat sekitar 1 km maka saya memilih jalan kaki.
Akhirnya setelah melalui drama perjalanan karena pesawat saya sempat di reschedule, sampai juga di Jepang, negara impian saya sejak lama. Saya hanya eksplore Tokyo dan sekitarnya sehingga masalah transportasi tidak terlalu rumit karena harus pindah kota dan lebih hemat karena tidak perlu membeli JR Pass.Â
Perjalanan pertama saya dari bandara Narita menuju penginapan di Narita, lokasinya dekat bandara sehingga dengan mudah saya bisa menemukannya walaupun harus berjalan melalui jalan kecil. Besok paginya barulah saya ke daerah Asakusa dari Narita.Â
Di sini awal mula kebingungan saya mengenai masalah transportasi. Setelah saya google mengenai jalan ke Asakusa, saya memutuskan memilih rute yang tertera dengan harga yang tidak terlalu mahal tetapi konsekuensinya 2 kali berganti kereta. Dengan mantap saya menuju ke stasiun tempat saya kemarin datang dari bandara.Â
Duh, bingung juga, sepertinya jalur kereta yang saya cari tidak ada tulisannya. Di atas tidak ada loket dengan petugas dimana saya bisa bertanya dan saya tidak bertemu orang yang bisa membantu. Jadi saya memutuskan untuk turun ke bawah menuju jalur kereta untuk bertanya karena biasanya ada petugasnya.Â
Benar saja, saya melihat salah satu petugas di dekat jalur kereta dan saya bertanya kepadanya kereta untuk menuju ke Narita. Saya menunjukkan HP saya dan bertanya mengenai stasiun yang dimaksud. Alamak, ternyata stasiun yang dimaksud berbeda dengan stasiun yang saya datangi karena MRTnya berbeda operator. Jadilah saya menuju ke atas dan keluar lagi dari stasiun untuk mencari stasiun tersebut.Â
Di tengah jalan saya agak bingung dengan arah di google map sehingga saya bertanya kepada seorang ibu di dekat saya. Sepertinya ibu tersebut tidak bisa berbahasa Inggris, hanya sepatah dua patah kata saja, tapi dari isyarat yang saya tangkap beliau juga hendak menuju ke stasiun yang sama dengan saya. Akhirnya bersama ibu tersebut saya berhasil mencapai stasiun yang tepat dan bisa naik kereta menuju Narita.
Kejadian berikutnya yang membuat saya bingung mengenai arah stasiun adalah ketika saya hendak pulang ke hotel dari Government Building di Shinjuku untuk melihat pemandangan kota Tokyo dari lantai atas Gedung tersebut. Hari sudah malam, kadang google saya tiba-tiba berubah arahnya yang membuat saya menjadi bingung. Hasil dari google menunjukkan saya bisa naik dari stasiun dekat gedung tersebut sehingga tidak perlu kembali lagi ke Stasiun Shinjuku yang letaknya lebih jauh.
Akhirnya dari pada sudah terlanjur jalan jauh tetapi salah, saya mencoba bertanya kepada seorang wanita pekerja yang sedang berjalan pulang kantor. Saya menunjukkan rute yang hendak saya tempuh dan beliau tiba-tiba saja berjalan bersama saya.Â
Saya kira beliau memang menuju arah yang sama dengan saya, tetapi ketika sudah mencapai ujung dari suatu lorong, beliau menunjuk ke arah lorong tersebut supaya saya menuju ke sana dan dia kembali lagi ke arah lain. Oh, ternyata beliau berjalan bersama saya untuk menunjukkan jalan ke stasiun.Â
Memang orang Jepang rata-rata tidak bisa berbahasa Inggris, sehingga mereka rela mengantar kita sampai tempat tujuan karena tidak bisa mengatakannya dalam Bahasa Inggris. Saya sangat kagum atas kebaikan orang-orang Jepang yang saya temui selama perjalanan. Mereka sangat baik dan membantu dengan tulus. Mereka sadar bahwa turis asing adalah devisa utama dari negara mereka sehingga harus diperlakukan dengan baik dan hormat.
Saya masih mempunyai dua kali lagi pengalaman dibantu oleh penduduk asli Jepang masalah salah arah ini. Semuanya dibantu dengan sangat baik dan dengan info yang jelas. Salah satunya ketika saya menuju ke Odaiba dari Asakusa. Rute yang saya ikuti di google ternyata mengharuskan saya pindah ke moda transportasi bus dari stasiun MRT.Â
Saya bingung menemukan halte tersebut karena di google map tidak terlalu jelas.Terpaksa saya bertanya ke pos polisi karena saat itu hujan rintik-rintik, suasana sepi sehingga tidak ada orang yang melintas dekat saya. Kalau ada yang melintas mereka berjalan cepat sekali menunjukkan bahwa mereka sedang buru-buru dan saya tidak enak untuk mengganggu.Â
Di pos polisi itu saya dibantu dengan baik sekali, polisi tersebut langsung mengerti hal yang saya tanyakan. Walaupun tidak bisa berbahasa Inggris, beliau sudah menyiapkan selembar kertas yang dilaminating dengan gambar jalan dan gedung-gedung sehingga bisa menjelaskan dengan mudah melalui gambar jalan yang tertera di kertas tersebut.Â
Alhamdulillah, akhirnya saya bisa sampai di Odaiba setelah menemukan halte yang dimaksud. Jadinya saya beruntung, bisa merasakan naik bus di Tokyo dan bus ke Odaiba ini melalui jalan layang yang bersusun dengan pemandangan yang cantik sekali. Odaiba adalah pantai reklamasi sehingga pagi itu saya bisa melihat pemandangan laut, walaupun cuaca mendung. Pulangnya saya naik MRT yang terletak di atas jembatan dengan pemandangan yang tidak kalah cantik. Yang saya kagum, sopir MRT saya adalah seorang perempuan. Wah, keren ya.
Perjalanan ke Jepang kali ini memang membawa banyak sekali pengalaman baru dan membuat saya ingin kembali lagi kesana. Negaranya aman dengan transportasinya yang modern, penduduknya yang teratur, beberapa kali saya melihat antrian yang rapi bahkan ketika hendak merokok di bilik khusus yang disediakan.Â
Jadi mereka tidak bisa merokok sembarangan dan hanya bisa di tempat tertentu saja. Peralatannya yang canggih terutama toiletnya yang ada alat pemanasnya serta tombol-tombol lain dengan berbagai fungsi. Dan yang pasti keramahan penduduknya yang membuat saya betah berada di Jepang, kerelaan mereka untuk membantu dengan tulus dan sepenuh hati membuat saya jatuh cinta dengan Jepang.
Negara kita pun juga terkenal dengan keramah tamahannya dan memang sifat tersebut harus dimiliki semua orang, apalagi terhadap turis asing yang kebingungan. Sayapun pernah membantu seseorang yang kebingungan ketika hendak naik bus Transjakarta dan senang sekali ketika bisa membantu karena ingat betapa susahnya jika kita kebingunan di negara orang.
By the way, kapan ya saya bisa kembali lagi ke Jepang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H