Mohon tunggu...
Ervipi
Ervipi Mohon Tunggu... -

bercerita dengan gambar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hubungan Asmaraku dengan Ibu Kost (Bagian 8)

26 September 2014   02:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:30 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411647684748875178

Cerita sebelumnya di sini.

Aku membuka mata perlahan, samar-samar terlihat olehku langit-langit kamar yang berwarna putih bersih. Lalu kualihkan pandangan ke sekeliling kamar, sepertinya aku merasa nggak asing dengan ruangan ini. Ya, ini adalah kamar tidur Mbak Ratih, Ibu Kostnya pacarku. Aku memang pernah masuk ke kamar tidur ini karena pernah diminta olehnya untuk mengganti bohlam lampu. Rupanya hari sudah sore, ketika kulihat secercah cahaya senja menerobos masuk ke dalam kamar ini melalui celah tirai jendela di sampingku. Aku merasa heran, kok bisa mirip ya keadaanku sekarang dengan yang ada di mimpiku kemarin?

Mataku langsung terbelalak, mengetahui tubuhku terbaring di ranjang mewah dalam keadaan berselimut tebal. Aku lalu menarik nafas panjang. Fiuh, untunglah aku nggak telanjang seperti di mimpiku itu. Sebuah selimut tebal sebagian menutupi badanku sampai mata kaki. Ketika kusingkap selimut itu, aku kembali lega. Celana dalamku masih ada. Lalu kuputuskan untuk segera turun dari ranjang, tapi sekedar untuk bangkit saja, tubuhku terasa sangat lemas sekali seperti kehilangan banyak energi. Dan kepalaku masih terasa pusing. Oh iya aku ingat, sebelum aku ambruk ketika memasuki kamar ini, aku sempat minum minuman segar yang dihidangkan tuan rumah. Pantesan aku merasa pusing, karena aku memang alergi dengan yang namanya es. Mungkinkah aku terpesona dengan kecantikan dan kemolekan Ibu Kost sehingga aku lupa kalo aku memang alergi dengan es? Entahlah.

Tiba-tiba jantungku berdesir kencang ketika sayup-sayup kudengar gemericik air yang berasal dari dalam kamar mandi yang terletak tak jauh dari tempatku berbaring. Apakah itu Mbak Ratih? Iya, saya yakin itu Mbak Ratih. Aku langsung teringat pada mimpiku kemarin. Di mimpi itu, aku melihat Mbak Ratih keluar dari kamar mandi denagan berbalut handuk. Tak hanya itu, bahkan ia sempat berdiri di hadapanku dalam keadaan telanjang ketika sedang berganti pakaian.

Gara-gara mimpi itu, tiba-tiba saja muncul niat jelekku. Dengan susah payah aku turun dari ranjang, lalu kulucuti seluruh pakaianku, tak ketinggalan celana dalam. Kubiarkan saja pakaianku itu berserakan di lantai, persis seperti mimpiku kemarin. Lalu aku naik lagi ke atas ranjang, kali ini keadaanku sudah telanjang bulat. Dalam keadaanku seperti ini, aku yakin jika Ibu kost melihat tubuh atletisku dengan perut yang sixpack ini, ia pasti akan langsung tergoda sambil menjerit, wow panjangnya.....kuku tanganku maksudnya. Dan ketika Mbak Ratih sedang membelakangiku sewaktu ganti baju itulah, akan kupeluk dia dari belakang, dan kubanting ia ke atas kasur. Belum sampai kuselesaikan imajinasi liarku tentang Mbak Ratih, tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan suara pintu kamar mandi dibuka dari dalam.

Dengan tergesa-gesa langsung kuraih selimut tebal tadi dan kututupi tubuh telanjangku dengan rapat-rapat, agar Mbak Ratih tidak kaget kalo aku sedang telanjang. Dengan perasaan deg-degan kutunggu munculnya Mbak Ratih dari balik pintu kamar mandi. Dan benar saja, tak lama kemudian, tiba-tiba keluarlah seseorang dengan berbalut handuk yang menutupi tubuhnya.

Aku sempat terkejut, lalu pura-pura mati eh tidur lagi. Dengan memicingkan mata, kulihat ia mengambil sebuah botol dan mengoleskannya ke ketiaknya. Aku sangat shock begitu tahu sesosok berbalut handuk itu bukan Mbak Ratih seperti yang aku inginkan, tapi pria bertato seperti pada mimpiku kemarin. Kukucek-kucek mataku, barangkali aku salah lihat. Tapi tetap saja sosok di depan cermin itu bukan Mbak Ratih, tapi pria bertato yang menusuk perutku pake pisau tajam di mimpiku kemarin. Sial bener nasibku sore ini, kenapa sih aku harus ketemu dengan manusia satu ini dan harus pake acara telanjang segala? Tak henti-hentinya aku mengutuki keadaan ini, dan kurasakan tanganku gemetaran karena merasa nyawaku terancam olehnya.

Sumpah serapahku semakin menjadi-jadi manakala pria bertato tersebut tiba-tiba melepas handuk yang membalut tubuhnya lalu melemparkannya tepat di bawah kakiku. Oh Tuhan, kenapa keadaanku sekarang tidak jauh-jauh dari yang kualami di mimpi? Tanpa melirik ke arahku, pria bertato tersebut dengan tubuh polosnya tanpa sehelai benang pun segera menuju ke lemari lalu mengeluarkan sebuah kemeja dan celana jeans. Berdiri tepat membelakangiku, ia mulai mengenakan pakaian itu kemudian kembali lagi ke meja rias untuk menyisir rambut cepaknya. Tentu saja aku melihat kejadian mendebarkan tersebut sambil tidak henti-hentinya mengumpat dalam hati, berharap semoga pria bertato tersebut sama seperti pria normal pada umumnya. Ngeri ketika kubayangin pria tersebut ternyata seorang gay, bisa habis tubuhku saat ini. Ibaratnya aku adalah anak rusa yang terperosok ke dalam kandang harimau lapar.

Untunglah, pria bertato tersebut seakan cuek dengan kehadiranku di ranjang ini. Mungkin dia sudah diwanti-wanti Mbak Ratih agar jangan menggangguku yang sedang pusing ini. Dan aku bisa bernafas lega, ketika tak berapa lama kemudian, pria bertato tersebut keluar dari kamar tidurnya dan tak lupa menutup pintunya kembali.

Aku langsung cepat-cepat bangkit dari ranjang, siapa tahu pria bertato tersebut masuk lagi ke kamar ini. Setelah turun dari ranjang, walaupun masih merasa pusing, aku segera menyambar handuk yang dilempar pria bertato tersebut. Rencananya aku memang akan mandi biar tubuhku terasa segar. Mirip seperti mimpi kemarin, kulihat di atas meja kecil di dekat ranjang, terdapat segelas susu putih dan beberapa roti tawar. Aku sempat bingung juga, mau mandi dulu atau makan dulu. Tak ingin kejadian mengerikan seperti di mimpi itu terulang kembali, kuputuskan saja untuk makan terlebih dulu. Biar aku punya cukup tenaga seandainya pria bertato tersebut tiba-tiba menyerangku. Kuraih dua lembar roti tawar, lalu kuoleskan mentega di atasnya dengan pisau kecil. Setelah kutaburi ceres, aku lalu memakannya dengan lahap. Aku benar-benar lapar, sambil terus makan kuselingi dengan minum susu putih. Tak terasa perutku sudah kenyang. Kali ini kondisiku terasa lebih baik, dibanding saat berbaring tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun