Mohon tunggu...
Ervina Kusuma Dewi
Ervina Kusuma Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PPG Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Katolik Widya Mandala

Saya merupakan seorang yang menyukai soto lamongan, membaca cerita fantasi, dan memancing ikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seberapa Besar Peran Pendidikan Karakter dalam Membentuk Jati Diri Siswa?

13 Oktober 2023   12:18 Diperbarui: 13 Oktober 2023   12:19 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dunia pendidikan Indonesia beberapa kali digemparkan dengan berita-berita duka yang menyayat hati sekaligus memprihatinkan. Banyak kasus-kasus tindakan kriminal yang nyatanya dilakukan di area sekolah yang dianggap sebagai tempat mulia untuk mendapat sumber pengetahuan yang seharusnya dapat membangun pola pikir kritis sehingga siswa dapat menganalisis permasalahan di sekitarnya untuk berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan yang dapat merugikan dirinya dan orang-orang disekitarnya sehingga sudah selayaknya kita tidak lagi mendengar adanya kasus-kasus kejahatan yang menjadikan siswa sebagai pelaku utama dari tindak kejahatan tersebut apalagi korbannya juga sama-sama menyandang status sebagai seorang pelajar. 

Masih hangat di telinga, seorang siswa di salah satu Sekolah Menengah Pertama di Cilacap tega melakukan penganiayaan yang seharusnya tidak pantas dilakukan oleh seorang anak yang menyandang gelar sebagai seorang siswa. Apakah pendidikan yang merdeka berarti membebaskan siswa untuk bertindak semaunya ? lalu, apakah pembelajaran yang berpusat pada siswa berarti membiarkan mereka berjalan sendirian untuk bertindak tanpa ada peran seorang penuntun ? 

Mengapa anak yang menyandang status siswa tega melakukan penganiayaan yang dilakukan di area sekolah dan ditonton oleh siswa lainnya yang mengidentifikasikan tidak ada pengelolaan keterampilan sosial-emosional yang baik di lingkungan yang seharusnya setiap anak dapat memperoleh rasa aman dan diakui eksistensinya ? Mari kita telaah satu-persatu pertanyaan di atas melalui pendidikan yang tercermin dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Kebebasan untuk mendapatkan pengetahuan yang layak dan setara sudah tidak asing di telinga kita, namun bukan berarti kebebasan berarti bertindak tanpa batas dan melanggar aturan. Kemerdekaan belajar sejatinya kebebasan untuk belajar tanpa merasa terkekang dengan tuntutan yang tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik sehingga mereka mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal namun, kebebasan juga diberikan pada guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan siswa yang dapat dikemas secara kontekstual dengan mengaitkan pembelajaran dengan lingkungan di sekitar siswa untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya daerah dan budaya sosial seperti semangat gotong royong, tolong-menolong, murah senyum, ramah, dan memiliki budi pekerti luhur sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia yang selayaknya dijaga dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya saat sedang berinteraksi yang dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan yang erat sehingga kasus perundungan dapat dihindari.

Pendidikan yang tidak mengekang juga bukan berarti membebaskan siswa sebebas-bebasnya dengan membiarkan siswa bertindak semaunya tetapi sebagai pendidik juga harus menuntun siswa sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa peran pendidik adalah penuntun siswa untuk menentukan langkah mereka secara mandiri tetapi tetap mendapat pengawasan dan bimbingan dari pendidik agar tidak salah langkah yang nantinya membuat mereka terjatuh dan merugikan dirinya. Penuntun juga tidak hanya berperan sebagai pembimbing secara kognitif namun juga secara afektif sehingga siswa dapat mengelola perasaan mereka dengan baik agar mereka menjadi pribadi yang luhur dalam berpikir, berbicara, dan bertindak. 

Hal tersebut penting dilakukan karena saat ini teknologi berkembang dengan cepat banyak informasi maupun game online yang berisi konten pertarungan yang berbau kekerasan dan perkelahian banyak digemari khususnya usia remaja sehingga guru juga harus mengemas pembelajaran yang sesuai dengan kodrat zaman saat ini yang tidak lepas dari perkembangan teknologi, sosial media, dan gawai sehingga guru perlu memanfaatkan perkembangan tersebut untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 

Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya pendidikan yang dikaitkan dengan kodrat alam berupa pola asuh orang tua siswa di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat siswa berada sehingga siswa dapat mengenal budaya lokal daerah mereka seperti makanan tradisional, acara budaya, dan budaya sosial berupa interaksi antar masyarakat sehingga siswa memahami norma sosial di lingkungannya yang menuntun mereka juga bijak dalam bersikap.

Lingkungan sekolah juga merupakan tempat setiap siswa yang beragam dan berbeda latar belakang dapat saling berinteraksi sehingga melalui pembinaan dan bimbingan guru, para siswa dapat memahami bahwa perbedaan bukan pemisah atau alasan untuk saling bermusuhan tetapi perbedaan merupakan sebuah identitas dari bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, ras, dan agama namun, tetap menjunjung tinggi persatuan yang dapat diibaratkan dengan taman bunga yang di dalamnya terdapat beragam jenis dan warna bunga tentu akan memperindah taman tersebut. 

Guru juga dapat mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dalam konteks pembelajaran di dalam kelas seperti pengemasan beraneka konten dikaitkan dengan budaya lokal, proses pembelajaran sesuai gaya belajar siswa melalui ragam strategi pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi dan berkolaborasi, dan kenyamanan serta keamanan bagi setiap siswa agar mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik tanpa adanya tekanan dan rasa takut ketika berada di lingkungan sekolah, sehingga perundungan tidak lagi terjadi karena siswa telah memahami makna toleransi dengan baik.

Pendidikan yang merdeka memberikan kebebasan kepada siswa untuk dapat mengembangkan potensi mereka secara bebas dengan memadukan proses pembelajaran secara kognitif dan pengajaran budi pekerti yang dapat dikaitkan dengan budaya sosial di lingkungan masyarakat sekitar siswa sehingga siswa mendapatkan hak-haknya untuk mendapatkan kebebasan dalam mengakses ilmu pengetahuan di sekolah sekaligus memahami jati dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang berbudi pekerti luhur.


Ervina Kusuma Dewi

Mahasiswa PPG Bahasa Indonesia

Universitas Katolik Widya Mandala


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun