Mohon tunggu...
Irfaan Sanoesi
Irfaan Sanoesi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar seumur hidup

Senang corat-coret siapa tahu nama jadi awet

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Beda Nasib PBSI dan PSSI

29 Januari 2018   12:19 Diperbarui: 29 Januari 2018   12:41 2972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wartakota.tribunnews.com

Setiap insan pasti mencari kebahagiaan di atas muka bumi. Berbagai cara dilakukan untuk memastikan mendapat kebahagiaan. Bagi seorang ibu yang lama tak bertemu dengan anaknya, perjumpaan adalah sebuah kebahagiaan. Seorang guru yang sukses menjadikan anak-anak didiknya cerdas merupakan suatu kebahagiaan. Bagi supporter, menonton pertandingan atlet atau tim kesayangannya dapat juga buat bahagia. Apalagi jika meraih kemengangan sekaligus juara, seolah-olah semua permasalahan hidup para supporter di dunia itu tidak ada. Bahagia tak terhingga.

Bagi masyarakat Indonesia, sepak bola masih menjadi olahraga terpopuler. Jika Tim Nasional (Timnas) Indonesia bertanding, maka para supporter berbondong-bondong datang ke stadion. Jelas mereka datang ke stadion penuh dengan kebanggaan dan satu lagi: mencari kebahagiaan. Namun sayang, prestasi dari olahraga kaki ini tak kunjung tiba. Meski kepengurusan silih berganti pun, sepak bola masih saja sulit bersaing dengan negara-negara lain. Jangankan lolos Piala Dunia, menjadi kampiun di kawasan Asia Tenggara pun terasa sulit dan dalam beberapa episode turnamen Asia Tenggara, Indonesia hanya mampui runner-up.

Berbeda nasib dengan sepakbola, bulu tangkis juga masuk olahraga terpopuler di Indonesia dengan segudang prestasi dunia. Prestasi bulu tangkis Indonesia relatif stabil. Pasti ada aja yang jadi juara dunia. Bulutangkis juga konsisten memberikan medali emas Olimpiade bagi bangsa kita. Dukungan supporternya pun tidak kalah fanatik dengan sepakbola. Setiap perhelatan turnamen, supporter Indonesia selalu menyesaki Istora Senayan jika diselenggarakan di Jakarta. Tak berlebihan jika masyarakat Indonesia merasa bangga dengan prestasi bulu tangkis.

Menarik memerhatikan Ketua Umum masing-masing federasi yang sama-sama berlatarbelakang militer, Edy Rahmayadi (PSSI) dan Wiranto (PBSI). Sama-sama menjadi Ketua Umum di federasi masing-masing sejak 2016 menunjukkan hasil yang berbeda. PSSI masa Edy Rahmayadi hingga kini 'mentok' di perunggu Sea Games. Semua yang ditargetkan olehnya kandas tak berbekas.

Jauh dari sorotan media, Wiranto memimpin PBSI dengan perlahan tapi pasti. Wiranto jadi magnet media bukan kerena prestasi PBSI-nya, melainkan karena kebetulan dalam waktu yang bersamaan menjabat sebagai Menkopolhukam. Publik pun mengenal Wiranto lebih banyak sebagai Menkopolhukam ketimbang PBSI-nya. Wajar jika, memori khalayak mengingat Wiranto dalam hal Perppu Ormas atau soal keamanan nasional dll., karena media banyak memberitakan tentang hal tersebut. Padahal dalam satu tahun menjabat, prestasi PBSI pun tak lepas dari peran tangan dingin seorang Wiranto.

Ya tangan dingin Wiranto dalam mengelola PBSI mampu mempersembahkan raihan medali dan capaian yang sungguh membanggakan. Perlahan berbagai sektor bermunculan atlet-atlet yang bisa bersaing dengan atlet bulutangkis dunia. Antoni Sinisuka Ginting jadi tumpuan di sektor tunggal putra. Sepeninggal Taufik Hidayat sektor ini sulit bersaing di berbagai turnamen. Ginting menjadi penawar rindu supporter badminton di sektor ini setelah meraih pododium tertinggi di Indonesia Master 2018. Tahun 2017 pun Ginting berhasil mempersembahkan juara Korea Terbuka sekaligus gelar pertama super seriesnya. Di sektor lain, Greysia Polii & Apriani Rahayu muncul dengan penuh asa bagi publik badminton. Belum genap satu tahun dipasangkan, Polii & Apriani meraih juara Prancis Terbuka dan Runner-up Thailand Master di 2017.

Awal 2018 mengawali langkah manis dengan meraih runner-up Indonesia Master 2018. Kemudian 'duo minions' yang merajai sektor ganda putra yang meraih titel 7 super series dalam satu tahun dari 9 kali masuk final. Asal tidak cepat puas dan tidak cedera, Marcus & Kevin akan menjadi harapan sektor ini dalam jangka panjang mengingat usia mereka masih muda. (Marcus 26 tahun, Kevin 22 tahun). Lahirnya atlet-atlet muda berprestasi pun jadi nilai plus PBSI masa Wiranto.  Alhasil, dalam satu tahun kepengurusan Wiranto, Indonesia menjalani tahun terbaik di ajang BWF Superseries pada tahun 2017. Para pebulutangkis tanah air mencatatkan raihan gelar terbanyak.

Ada sebanyak 12 gelar juara yang diraih oleh para pebulutangkis Indonesia. Titel juara itu hadir dari empat nomor bulutangkis. Ganda putra menyumbangkan gelar juara paling banyak, ada tujuh. Ganda campuran tiga kali juara, sisanya disumbangkan lewat nomor ganda putri dan tunggal putra.

Tentu kepengurusan Wiranto di PBSI bukan tanpa celah. Ketergantungan pada duet Owi/Butet di sektor ganda campuran harus segera dicari penggantinya. Namun jika melihat dari ajang Indonesia Master, pasangan baru Preeven Jordan & Melati bisa jadi pelapis Owi/Butet di kemudian hari. Semi final kemarin mempertemukan keduanya dan Preeven/Melati mampu merepotkan duet andalan Indonesia Owi/Butet. Publik sangat merindukan sektor tunggal putri bersinar di kancah internasional. Sektor ini pun jadi PR besar kepengurusan Wiranto. Jika menuntaskan PR di sektor ini, saya meyakini Wiranto akan dikenang sebagai Ketua Umum yang akan dikenang publik pecinta bulutangkis.

Lelah di-PHP prestasi sepak bola yang tak kunjung tiba dan tak Anda buat bahagia? Nontan aja ke Istora!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun