Sepucuk surat datang dibawa kurir tanpa nama pengirim dan alamat. Seakan rahasia. Dibuka kemudian amplop surat itu, isinya selembar kertas yang putih dan polos. Tiada satu aksara pun.
Namun, perempuan, sang penerima itu seperti memahami dan tersenyum senang. Dilipatnya kembali kertas itu.
Rupanya ia telah mengenali cara unik pengirim surat yang mengutarakan rasa sayang untuk kesekian kalinya.
Di situ seolah ada kabar yang membahagiakan. Tentang kerinduan, ikatan suci, tentang kepastian, dan tentang kepolosan diri mereka masing-masing tanpa menghamburkan kata-kata dari hubungan yang terjalin selama ini.
Tampaknya hanya isi hati dan rasa percaya yang saling terpaut meski jarak  di antara keduanya terpisah oleh kota yang berbeda.
Tapi satu jam kemudian dering telepon berbunyi, "sudah kaubaca suratnya, Dik? "
"Sudah, Mas. "
"Begitulah, Dik. "
"Iya, Mas. "
"Awal tahun 2025, aku akan datang melamarmu. Bulan ketiganya kita menikah."
"Maaf mas. Aku tidak mau. "
Dari ujung telpon, terdengar debar suara jantung lelaki itu seakan tidak percaya mendengar jawab kekasihnya. Ia pun bertanya dengan hati resah dan tidak menentu.
"Kenapa, Dik? "
"Nikahi saja sekalian aku di awal tahun itu, Mas.Jangan kelamaan!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H