Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ranting Patah

31 Januari 2024   06:27 Diperbarui: 31 Januari 2024   06:35 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ranting kecil di pohon jambu patah terinjak gerombolan kelelawar semalam. Padahal  kokohnya bukan main. 

Senorita terkejut pas mengetahuinya saat hendak nangkring di ranting itu di waktu matahari sedang menyengat panas.

Ranting pohon itu menjadi kesukaannya untuk santai dan menikmati embusan angin. Sekaligus meneduhkan diri dari cuaca di musim panas ini. Selain itu ia bisa juga menyaksikan ragam kegiatan manusia dari ketinggian.

Seniorita pun kecewa. Siang ini ia hanya bergerak di hamparan tanah dengan tertatih-tatih. Padahal ia sudah mencoba ranting dan dahan pohon lain tapi tidak sekokoh yang biasa ia singgahi. Karenanya berulangkali pula ia tidak bisa menjaga keseimbangannya saat mencoba.

Di situasi itu datang Senioringo yang ingin membantunya untuk singgah di ranting atau pepohonan lain. 

Setelah saling sapa, Senioringo minta izin pada Seniorita.
"Boleh aku membantumu untuk kamu bisa singgah di ranting atau pepohonan lain?"
"Ah tidak. Terimakasih, nanti malah merepotkan."
"Kok merepotkan. Kan aku yang menawarkan diri."
"Bagaimana caranya kamu membantuku?"tanya Seniorita seakan setuju dengan penawaran Senioringo, sekaligus menguji kesungguhannya.

Mendapat respon positif itu, Senioringo dalam sekejap siulan sudah berkerumun koleganya untuk datang membantu. Seniorita tampak menahan tawa. 

Ia dalam hitungan menit kemudian sudah dibopong oleh sekawanan burung sahabatnya Senioringo untuk dicarikan tempat berteduh. 

Tiba di pohon yang dipilih sekawanan burung itu, senioringo mendampingi seniorita. Mereka tampak karib dan berbincang ringan tentang kehidupan burung-burung. 

Sampai keduanya larut dalam pergulatan bathin untuk  satu sama lain bisa saling menjaga dan merawat masa depan bersama.

Secara emosional tampaknya mereka saling tertarik tapi Senioringo belum menyatakan siulan komitmennya. Padahal seniorita menunggu dengan deg-degan. Tapi apa mau dikata, belum juga Senioringo menembak,  tiba-tiba terdengar suara letusan dan Seniorita ambruk dan jatuh ke tanah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun