Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Cawapres Gibran Rakabuming Raka: Buah Politik Patronase?

24 Oktober 2023   17:32 Diperbarui: 24 Oktober 2023   17:40 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gibran Rakabuming Raka (GRR), walikota Solo Jawa Tengah, juga anak sulung Presiden Jokowi esok kemungkinan besar akan mendaftarkan diri ke KPU bersama Capres Prabowo Subianto (PS). Ia sudah didaulat oleh koalisi partai Indonesia maju sebagai Cawapres pemilu 2024.

Soal pencawapresannya ini menyedot perhatian umat oleh karena didahului oleh putusan Mahkamah Konstitusi menyangkut batas umur, dan pengalaman menjadi kepala daerah.

Di pihak lain, munculnya nama putra sulung Presiden Jokowi yang irit bicara ini yang diusung oleh koalisi parpol tersebut menunjukkan seolah terdapat fenomena pola hubungan timbal balik yang erat di antara lembaga negara dan  partai politik.

Hubungan timbal balik demikian mudah dicermati di era keterbukaan informasi publik sekarang ini. Masyarakat bisa mereka-reka dari hubungan timbal balik itu tentu saja tujuannya adalah berbagi kue kekuasaan apabila dalam kontestasi ini mampu mendulang suara lebih besar dari pesaingnya.

James Scott,  seorang pakar politik, mensinyalir bahwa salah satu budaya politik di Indonesia kecendrungannya adalah senantiasa berpola patronase, baik di kalangan penguasa (lingkaran kekuasaan) maupun di luar itu (masyarakat) sehingga terjalin pola hubungan erat antara patron-klien.  

Hubungan Patron-Klien

Masih lekat dalam ingatan, isu mengenai tiga periode kepemimpinan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Isu ini mencuat dan menimbulkan polemik hingga ke tepian Konstitusi.

Karena sudah pasti jika gelombang isu ini menerjang maka akan terjadi proses politik untuk mengamandemen UUD. Untungnya dengan kesadaran konstitusional semua penyelenggara negara maka tidak terjadi.

Dari mula isu tersebut berbagai skenario politik pun diduga diupayakan untuk dibuat untuk bagaimana Presiden Jokowi tetap memiliki legacy atas kepemimpinannya yang dipandang maju dan stabil oleh masyarakat Indonesia.

Skenario demikian akan dibuat sedemokratis mungkin yang dilandasi oleh aturan perundang-undangan. Sebab negara Indonesia menganut prinsip negara berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan kekuasaan (machstaat).

Oleh karena Presiden memiliki dukungan kuat di parlemen, serta popularitas di mata masyarakat maka patut disinyalir skenario tentang legacy ini dibahas dan diperbincangkan kaum elit politik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun