Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Antara Tafsir Kekuasaan dan Bukan (Menyimak Polemik Perppu Cipta Kerja)

7 Januari 2023   22:13 Diperbarui: 7 Januari 2023   22:34 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

30 Desember 2022, jelang akhir tahun, pemerintah menerbitkan Perpu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Terbitnya Perpu ini dengan sendirinya mencabut UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sekaligus dinyatakan tidak berlaku lagi sesuai pasal 185 Perpu Cipta Kerja.

Kendati pemerintah sendiri dalam hal ini belum menuntaskan putusan Mahkamah Konstitusi No.91/PUU-XVIII/2020 yang menyebutkan secara garis besar bahwa UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Inkonstitusional bersyarat, dan memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Namun upaya untuk memperbaiki UU tersebut oleh pemerintah dan DPR menjadi kelar sementara setelah dikeluarkannya Perpu ini. Sembari menunggu disetujui atau tidak oleh parlemen.

Perintah Atas Putusan MK

Perintah atas putusan MK terhadap pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan bisa dipahami sebagai jalan untuk lahirnya UU Cipta Kerja yang aspiratif dan akomodatif, antara semua stake holder, baik masyarakat, pemerintah dan parlemen.

Namun belum juga dituntaskan upaya tersebut telah diterbitkan Perpu sebagai cara pemerintah agar persoalan UU Cipta Kerja ini di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan tidak mengalami kevakuman atau kekosongan hukum.

Tentu dengan alasan yang sudah diketahui umum sebagaimana media massa beritakan, dan juga menurut versi pemerintah dinyatakan Perpu sudah sejalan dengan konstitusi UUD 1945 pasal 22 ayat 1, yang menyebutkan bahwa dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU/Perpu.

Selain itu dalam pasal 1 angka 4 UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan menyebutkan juga Peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

Tentang hal ikhwal kegentingan memaksa sebagaimana alasan Perpu diterbitkan juga mengacu atas putusan MK No.003/PUU-III/2005 tanggal 7 Juli 2005, dan putusan MK No.138/PUU/VII/2009 yang ringkasnya disebutkan bahwa hal ikhwal kegentingan yang memaksa tidak harus disamakan dengan adanya keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil, militer, atau keadaan perang.

Akan tetapi kegentingan memaksa itu menjadi hak subjektif presiden untuk menentukannya, dan selanjutnya menjadi objektif kelak jika disetujui oleh DPR untuk ditetapkan sebagai undang-undang. Terlebih dalam putusan no. 138/PUU-VII/2009, keadaan kegentingan yang memaksa diberikan tafsir dengan syarat di antaranya adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Namun demikian muncul pandangan berbeda dari masyarakat yang kira-kira intinya menyebutkan presiden telah sewenang-wenang menerbitkan Perpu Cipta Kerja dengan alasan bahwa semestinya pemerintah dan atau presiden mentaati putusan Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki UU  Cipta Kerja yang telah diputuskan tempo hari itu. Tidak ada jalan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun