Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kutukan

28 September 2022   05:09 Diperbarui: 28 September 2022   05:17 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang tua itu tinggal berdua di rumahnya.  Rumah itu berhalaman luas, asri, dan teduh oleh pepohonan yang berjajar di sepanjang sisi pagar.  Rata-rata rumah di pemukiman ini begitu adanya.

Kecuali tetangga persis di depan rumah mereka yang saling berhadapan, yang lainnya cendrung individualis. Karena itu mereka berniat menjual rumahnya untuk pindah ke suatu pemukiman yang ramah.

Selain alasan itu, mereka juga tidak memiliki anak. Kendati kerabat masih acapkali berkunjung menemuinya. Itu pun sebatas menghibur, namun juga pamrih.  

Kadang mereka datang membawa buah tangan, namun ketika pulang selalu minta uang, dengan alasan pinjam. Satu, dua kali barangkali tidak masalah. Tapi sudah berulangkali, istilah pinjam terus digunakan, tapi tidak pernah sama sekali dikembalikan.

Mau marah, kuatir mereka bakal tidak datang lagi. Sebab anak-anaknya yang ikut berkunjung itu, lucu, dan menggemaskan.

Karena itu mereka kabarkan pada kerabat, teman, dan kenalan niatnya itu dengan harapan ada yang berminat dengan rumahnya ini. Rupanya terkabul.

Beberapa orang sempat datang, dan melihat kondisi rumah. Namun batal ujungnya sebab harganya tidak terjangkau.

Seiring waktu  ada yang tertarik juga, dan berniat membelinya.  Perempuan calon pembeli ini peroleh informasi dari orang-orang sebelumnya yang pernah datang.

Kedua orang lanjut usia, kakek dan nenek ini jadi senang, dan gembira. Perempuan ini namanya Mielont. Nama yang aneh.  Ia mengaku sebagai pemilik perusahaan di bidang engineering, namanya Technology Air Improvement (T. A.I).

"Jadi harganya tidak bisa kurang lagi, Nek?"

"Ini sudah sesuai NJOP, nenek tidak lagi menaikan harga."

"Baiklah Nek, saya pikir-pikir dulu ya. Nanti kalau sudah matang saya akan kembali dengan membawa uang DP."

Mielont pun kemudian meninggalkan kediaman nenek ini. Kakek dan nenek begitu senang dengannya yang tutur katanya manis, sopan, dan tidak aneh-aneh.

Baru satu hari berinteraksi saja, keduanya sudah menganggap Mielont sebagai anaknya. Sehingga nilai jual rumahpun tuntas dibilang sesuai dengan NJOP.

"Anak itu baik, semoga sesuai dengan namanya,"kata kakek berharap yang dianggukkan nenek seraya tersenyum.

Benar saja. Satu minggu kemudian Mielont datang kembali bersama perempuan yang disebutnya asisten di kantornya.

"Tidak usah repot-repot, Nek. Saya juga bawa buah tangan untuk kakek, dan nenek,"katanya mencegah nenek untuk menyajikan hidangan seraya menyerahkan buah-buahan yang dibawanya.

Mereka pun akrab satu sama lain. Ditingkahi kisah nenek, dan kakek ketika aktif bekerja dulu di masa seusianya. Petuah, dan nasehat nenek pun tercurahkan untuk  Mielont.

"Semoga nak Miel, tetap menjadi anak baik, dan jujur. Supaya hidupnya selamat kelak,"ujar nenek yang diamini kakek.

Mielont, dan asistennya takzim mendengarkan, dan berharap demikian juga. Karena itu ia langsung mengatakan pada nenek, dan kakek soal rencana jual beli rumah ini.

"Setelah saya pikirkan dengan masak, saya jadi membeli rumah ini, Nek."

"Syukurlah,"balas keduanya senang

"Tapi nanti tidak dibayar kontan ya Nek. Dibayar dulu uang mukanya, kemudian kita ke notaris untuk membuat perjanjian jual beli, sekaligus  kapan waktu pelunasannya."

"Terserah Mielont saja bagaimana baiknya."

Mielont senang, juga asistennya. Nenek, dan kakek sudah menyerahkan sepenuhnya dengan bijaksana agar pembelian rumah ini diatur saja menurut yang terbaik yang bisa dilakukan olehnya.

"Ngomong-ngomong nenek tinggal berdua saja. Anak-anak kemana?"

"Itulah Nak, kami tidak punya anak. Makanya datangnya Mielont dengan niat baik untuk membeli rumah, nenek senang. Malah sudah ingin menganggap  kamu sebagai anak."

Mielont tersipu, dan sembah tangan di hadapan nenek, dan kakek takzim. Melihat itu, bathin nenek, dan kakek jadi terharu.

"Semoga rumah ini kelak ditinggali oleh Mielont, dan keluarga."

"Semoga saja, Nek."

***

Tapi naas. Mielont sungguh piawai. Saat proses transaksi itu, entah bagaimana caranya, meski baru membayar DP saja, beberapa lama kemudian rumah itu sertifikatnya sudah di balik nama atasnya.

Nenek, tidak tahu berkas apa saja yang telah ia tandatangani. Sebab ia menyerahkan sepenuhnya pada Mielont untuk proses jual beli ini. Ia hanya tahu uang DP sudah diterima lewat transfer sebagaimana yang dijanjikan Mielont.

Hari terus berganti. Lima orang yang tidak dikenal kemudian mendatangi kediaman kakek, dan nenek di suatu petang. Mereka memintanya untuk segera mengemasi barang, dan meninggalkan rumah ini . Karena rumah ini bukan lagi miliknya.

Mereka menunjukkan segala surat bukti kepemilikan rumah itu yang sudah di balik nama. Sekaligus menyuruh agar dalam jangka waktu satu minggu tidak juga keluar dari rumah ini, maka akan disegel, dan dilaporkan sebagai orang yang melawan hukum.

Orang tua lanjut usia ini merasa diperdayai. Mereka diam, dan tidak mengerti apa yang barusan didengarnya.

Petang itu langit terasa gelap. Dedaunan tidak lagi bergoyang dihembus angin. Namun kilat menyala-nyala di hati mereka. Meski mendung dan gemuruh hujan belum tampak ada tanda-tanda akan datang.

***

Esok harinya orang tua lanjut usia ini sadar. Mereka telah diperdayai. Mereka bukan saja marah, dan kecewa. Tapi tegas menolak upaya yang akan dilakukan oleh orang-orang yang tidak dikenalnya itu.

Sebab pembayaran lunas belum diterima. Kakek, dan nenek itu tetap bertahan ibarat samurai yang telah dilepaskan dari sarungnya.

Sementara Mielont tertawa senang di pangkuan lelaki bandot tua yang menjadi bandar praktek jual beli rumah itu. Ia seakan-akan telah gemilang mendustai kedua orang tua lanjut usia tersebut.

Padahal kakek dan nenek ini adalah sepasang orang tua  sakti mandraguna yang memiliki ilmu kutukan yang ampuh yang  bakal membuat Mielont kelak menderita seumur hidupnya.  

Derita yang berupa hidup segan, mati tak mau yang bakal dialami Mielont.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun