Hari terus berganti. Lima orang yang tidak dikenal kemudian mendatangi kediaman kakek, dan nenek di suatu petang. Mereka memintanya untuk segera mengemasi barang, dan meninggalkan rumah ini . Karena rumah ini bukan lagi miliknya.
Mereka menunjukkan segala surat bukti kepemilikan rumah itu yang sudah di balik nama. Sekaligus menyuruh agar dalam jangka waktu satu minggu tidak juga keluar dari rumah ini, maka akan disegel, dan dilaporkan sebagai orang yang melawan hukum.
Orang tua lanjut usia ini merasa diperdayai. Mereka diam, dan tidak mengerti apa yang barusan didengarnya.
Petang itu langit terasa gelap. Dedaunan tidak lagi bergoyang dihembus angin. Namun kilat menyala-nyala di hati mereka. Meski mendung dan gemuruh hujan belum tampak ada tanda-tanda akan datang.
***
Esok harinya orang tua lanjut usia ini sadar. Mereka telah diperdayai. Mereka bukan saja marah, dan kecewa. Tapi tegas menolak upaya yang akan dilakukan oleh orang-orang yang tidak dikenalnya itu.
Sebab pembayaran lunas belum diterima. Kakek, dan nenek itu tetap bertahan ibarat samurai yang telah dilepaskan dari sarungnya.
Sementara Mielont tertawa senang di pangkuan lelaki bandot tua yang menjadi bandar praktek jual beli rumah itu. Ia seakan-akan telah gemilang mendustai kedua orang tua lanjut usia tersebut.
Padahal kakek dan nenek ini adalah sepasang orang tua  sakti mandraguna yang memiliki ilmu kutukan yang ampuh yang  bakal membuat Mielont kelak menderita seumur hidupnya. Â
Derita yang berupa hidup segan, mati tak mau yang bakal dialami Mielont.