Buntut pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuai silang pendapat di masyarakat. Termasuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan barangkali partai politik yang menjadi kontestan pemilu 2024 mendatang. Ketua KPU, Hasyim As'ari sebagaimana media massa kabarkan pada Juli 2022 lalu telah menyatakan bahwa melakukan kampanye di kampus diperbolehkan. Ia mengacu pada UU Pemilu No 7 tahun 2017 pasal 280 ayat 1 huruf H, berikut penjelasannya.
Sementara sebaliknya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), menyebut kampanye di kampus sebagai suatu tindakan yang dilarang juga didasarkan atas UU Pemilu tersebut. Bahkan dinyatakan pula kampanye di kampus sebagai perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman.
Dari dua lembaga yang memiliki otoritas dalam pelaksanaan, dan pengawasan jalannya pemilihan umum baik, pilpres, pileg, maupun pil DPD itu menunjukkan masih sebatas wacana untuk dikaji oleh pihak yang kompeten. Mengapa?Karena didasarkan atas Peraturan KPU No 3 tahun 2022 penetapan peserta pemilu partai politik baru akan ditetapkan tanggal 14 Desember 2022, sedangkan untuk DPD, dan paslon presiden, dan wakil presiden ditetapkan tanggal 25 Nopember 2023.
Artinya aturan KPU itu bisa ditafsirkan bahwa manakala penetapan peserta pemilu sudah final, dan siap melakukan aktivitas politiknya, termasuk kampanye, maka baik larangan, maupun yang diperbolehkan akan di putuskan oleh KPU kelak.
Sementara saat ini sebatas tafsir yang dijabarkan oleh KPU bahwa kampanye di kampus diperbolehkan, sebagaimana pasal 280 ayat 1 huruf h, yang menyatakan, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, dipandang oleh KPU sebagai sesuatu yang diperbolehkan, dengan merujuk pada bagian penjelasan dari UU ini, terutama pasal 280 ayat 1 huruf H, yang menyatakan, fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggungjawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Yang dimaksud "tempat pendidikan" adalah gedung dan atau halaman sekolah, dan atau perguruan tinggi.
Atas pandangan ketua KPU sekarang tentu cara pandangnya berbeda dengan KPU masa pemilu 2019 lalu. Di mana saat itu, UU pemilu yang digunakan adalah UU No 7 tahun 2017 ini juga yang ketika itu tidak muncul wacana kampanye dilakukan di kampus. Padahal ketika itu ia ketua KPU 2022-2027 sekarang ini sebagai anggota komisioner KPU pada pesta demokrasi 2019.
Darimana kemudian ketua KPU ini bisa menafsirkan kampanye pemilu di kampus diperbolehkan?Padahal aturan UU Pemilu no 7 tahun 2017 ini terutama pada Bab VII Kampanye Pemilu, berisikan di bagian keempat memuat judul larangan Dalam Kampanye yang secara spesifik norma aturan itu telah dituangkan di pasal 280 ayat 1 huruf a sampai j, dan ayat 2, 3, serta 4.
Bila ia menyatakan kampanye di kampus diperbolehkan, maka ia sekaligus telah memperbolehkan juga kampanye di semua tingkatan pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi. Serta tempat ibadah, semacam mesjid, gereja, pura, klenteng, dan sejenisnya untuk bisa dijadikan lokasi untuk melakukan kampanye tanpa fasilitas pemerintah, dan atribut yang digunakan.
Jika memang itu yang dikehendaki sesuai interpretasi pasal 280, dalam hal ini di bagian penjelasannya, maka UU Pemilu no 7 tahun 2017 telah menimbulkan multi tafsir. Bagaimana mungkin suatu aturan yang nyata telah memuat larangan, tapi kemudian di bagian pasal penjelasannya justru digunakan kata "dapat" yang cendrung mengindikasikan bahwa pembentuk undang-undang tidak tegas memuat aturan atau norma yang sifatnya verbod atau larangan. Kendati hal itu dikunci oleh pasal ancaman pidana sebagai sanksi bagi yang melanggarnya.
Oleh karena itu, diperbolehkan atau tidak kampanye di kampus mesti lebih dulu dituntaskan soal bunyi pasal 280 UU tersebut oleh pihak yang kompeten. Bila tidak, maka bukan tidak mungkin hal ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang implementasi aturan itu akan digunakan juga oleh partai politik peserta pemilu, dan paslon presiden wakil presiden.
Kalaupun KPU 2022-2027 tidak menjadikan pasal 280 sebagaimana yang digunakan KPU 2017-2022 sebagai jurisprudensi, maka ketua KPU sudah mesti melakukan sosialisasi terus menerus kepada partai politik atas tafsirnya itu.