Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengira-ngira Logika Kekuatannya Filosof Nietzsche

5 Juni 2022   20:41 Diperbarui: 5 Juni 2022   21:00 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Prediksi alam tiada satupun yang bisa memastikan, meski alat teknologi sudah serba digital. Hanya kemungkinan-kemungkinan yang selalu muncul sebagai jalan keluar. Dan, biasanya pula ada yang benar terjadi dan yang tidak sama sekali terjadi. Potensi dan peluang digambarkan dengan angka lima puluh lima puluh.

Bila apa yang dimungkinkan terjadi maka secara naluriah ia senang, tapi sebaliknya pasti kecewa dan muram. Ini juga bisa diartikan sisi spekulatif manusia terhadap kondisi alam.

Manusia yang selalu spekulatif pada kondisi alam, juga manusia yang secara alamiah mengunci dirinya pada sesuatu hal yang dipandang menguntungkan atau merugikan.

Ia akan merasa beruntung misalnya, manakala salah satu koin yang memiliki dua sisi itu dilemparkan ke atas, lalu jatuh dengan gambar tertentu yang telah ia duga sebelumnya. Sebaliknya juga begitu, akan merasa rugi bila bukan gambar yang ditebaknya. Untung dan rugi terhadap sesuatu itu kalkulasi manusia yang sudah terbiasa hidup di dunia yang penuh persaingan.

Untuk bersaing maka manusia membutuhkan segala daya upaya yang ada pada dirinya, pada kelompoknya, pada masyarakatnya, dan pada negaranya.

Terhadap dirinya, manusia akan meningkatkan kapasitas intelektual sebagai modal utama untuk mengatasi persaingan itu. Sementara pada kelompoknya ia akan menunjukkan superioritas intelektual melalui ujaran yang mampu meyakinkan orang-orang di sekitarnya.

Sementara pada masyarakatnya, manusia yang ingin unggul dalam suatu persaingan akan mendayagunakan segala modal intelektual yang dipunyai untuk tujuan mempengaruhi pola pikir masyarakat. Pola pikir suatu masyarakat dipandang sebagai jalan untuk meraih kemenangan dalam suatu persaingan, apapun itu.

Dari manusia yang mendayagunakan diri, kelompok, dan masyarakatnya, juga terikat oleh keinginan untuk mampu melakukan persaingan pada tingkat negara bangsa. Persaingan semacam ini ada pada tingkatan kepemimpinan nasional. Tiap negara, kecuali monarchi, senantiasa hadir kontestasi kepemimpinan nasional yang melibatkan masyarakat luas.

Sampai di sini, kontestasi semacam itu bukan hanya sekadar saling mempengaruhi satu sama lain, namun juga dibutuhkan modal luar biasa besar. Modal yang berupa biaya, koneksi, janji-janji, juga improvisasi politis.

Dalam hitungan waktu kemudian, pemimpin yang lahir dari proses kontestasi di negara demokrasi kebanyakan akan menjalani roda pemerintahan yang dikelilingi oleh arus kompetisi global atau persaingan pada tingkat internasional.

Pada tingkat internasional, persaingan sudah dikelompokkan pada hitungan ekonomik, teknologik, dan matematik. Siapa yang diklasifikasikan sebagai negara maju, berkembang, dan belum berkembang barangkali telah didefinisikan berdasarkan hitungan dan kemauan sekelompok elit manusia yang ada di negara-negara maju yang ingin menguasai pasar dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun