Sayangnya, fakta bicara sebaliknya. Ini masalah serius, terutama menyangkut soal budaya miring atau culture serampangan yang masa bodoh dengan lingkungan.
Generasi cucu, buyut, dan milenial ini tidak lepas pula dengan persoalan tersebut. Yang tentu saja hal itu akan menjadi tanggungjawabnya kelak. Jika mereka tidak mengubahnya maka akan terus berkelanjutan, atau istilah kata akan menjadi pembangunan berkelanjutan dalam membuang sampah sembarangan.
Di Jakarta misalnya, kota yang tumbuh pesat dengan kepadatan penduduknya bukan cerita baru tentang sampah ini. Di sungai atau kali, masih tetap terlihat sampah yang mengalir tenang.
Kalau air sungai ini bening atau minimal coklat, maka sampah yang mengalir minimal masih enak untuk dilihat. Tapi sayang air kalinya ini hitam mengkilat, dan bau pula. Jadi eneg melihatnya.
Mengapa air kali atau air sungai itu tetap hitam sampai sekarang? Ini para pakar lingkungan yang bisa menjawabnya. Mengapa pula air got itu juga turut menjadi  hitam?
Nah ini yang bisa menjawab bisa diurut, mulai dari warga, tokoh masyarakat, RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Walikota, sampai Gubernur.
Oleh karena keadaanya demikian barang tentu harus ada kemauan yang militan. Bukan sekadar mau mengubah itu semua, tetapi kemauan yang diimbangi oleh ketegasan. Ketegasan yang diringi pula dengan contoh keteladanan.
Rasanya di Jakarta ini banyak tumbuh gedung-gedung bertingkat, pemukiman mewah, bahkan sampai taman-taman. Stadion, juga formula one terlihat indah dan mudah dikerjakan dengan sekian rencana program dan anggaran. Tetapi soal sampah dan air sungai atau kali atau got yang hitam tetap unggul di posisi puncak sebagai suatu hal yang kelihatannya mesti diwariskan.
Jadi pendek kata, sampah dan air kali atau got hitam mengkilat itu rupanya sudah menjadi budaya yang tidak bisa ditolak. Ia merupakan produk kemajuan peradaban yang agung dan tinggi nilainya.
Bukan lagi sesuatu yang harus dihilangkan, justru mesti terus dipertahankan dan kembangkan. Mengapa demikian?Karena memang sudah seharusnya dan senyatanya demikian.
Jikalau kelak ada yang ingin mengubah itu semua sudah tentu akan dipandang sebagai orang yang tidak menghargai budaya buang sampah sembarangan dan tidak menghormati budaya mengabadikan air kali atau sungai hitam itu tetap hitam dan bau. Apakah memang harus begitu?