Mestinya tiga tahun menjalani hidup bersama itu sedang megah-megahnya. Namun usia pernikahan ini tidak sebagaimana kisah di sinetron atau film murahan yang kental nuansa kasih dan romantiknya.
Pernikahan kami hambar, dan kering. Cendrung bosan serta monotan. Tak ada gairah sebagaimana sebelumnya.
Padahal masa perkenalan kami terbilang cukup lama. Dua tahun. Artinya dua tahun masa penjajagan, dan tiga  tahun kemudian masa perjalanan hidup secara bersama. Namun justru di tahun ketiga ini terasa ada sesuatu yang hilang. Entah apa.
Aku acapkali diskusi dengan dia, suamiku. Tentang segalanya. Apalagi rencana program memiliki anak sudah ditunaikan. Sebagaimana kesepakatan kami berdua. Program itu pun telah kami tekuni sesuai saran ahlinya.
Kendati kami habiskan waktu di ranjang untuk merespon program itu tetap saja dingin, dan tak bergairah. Aku lelah, suami juga demikian. Bahkan kami  secara terbuka mencari tahu hal tersembunyi dari hati ke hati. Â
Kami tidak berdalih, dan  merasakan tidak ada yang perlu disembunyikan. Kami mengakui hal ini sungguh-sungguh. Satu sama lain.
Begitulah adanya.
Sebagai perempuan pekerja kantoran  aku terbilang cukup disegani.  Posisi yang aku punyai memudahkan untuk melakukan aktivitas rutin yang merepotkan, sekaligus melelahkan.
Namun Jim selalu bisa menghibur di kala aku mengalami hal demikian.
Sejak sebelum berumahtangga hingga kini Jim sebagai anak buahku selalu mengisi hari-hari. Ia tidak lebih rupawan dari suamiku.
Tapi entah kenapa dengan dia aku merasa bergairah. Gairah dan hasrat itu tumbuh sejak lama. Dan, sore itu di ruang kerjaku, aku tak bisa lagi menahan apa yang aku inginkan.