Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan di Trotoar Jalan

12 September 2020   06:02 Diperbarui: 14 September 2020   07:06 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak subuh tadi hujan deras mengguyur Jakarta. Tak terlihat tanda-tanda bakal reda. Sementara genangan air mulai meninggi akibat tumpukan sampah di pelataran  pemukiman padat di mana Marni tinggal.

Pemukiman yang kebanyakan dihuni pekerja pabrik itu seakan karib pula dengan keadaan tersebut. Tapi kali ini Marni tak peduli. Ia berharap hujan segera henti dan dapat kembali berada di atas trotoar di jalan protokol sana.

Sebentar-sebentar Marni menoleh ke arah jam dinding yang menempel di triplek rumah sewa. Dilihatnya waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Sementara tetangga yang lain kelihatan sibuk menyiapkan diri untuk bergegas pergi ke tempat kerja.

Sejurus kemudian ia balik menemui anaknya yang masih lelap terbaring di dipan yang diselimuti cuaca dingin di pagi ini.

Dirasakan Marni, ia tak tega untuk membangunkan. Sebenarnya ada keinginan dalam hatinya itu untuk menitipkan Tejo pada tetangga sebelah. Tapi lagi-lagi semua itu cuma keinginan sesaat tatkala perasaan sayang seorang ibu muncul seketika. Lagipula untuk sekadar menitipkan perlu ongkos pula.

"Darimana uangnya?" pikir Marni menerawang.

Uang sebagai sumber kehidupan sejati itu akhirnya mengalahkan rasa sayang Marni sementara pada anaknya. Ia bangunkan bocah satu tahun itu pelan-pelan.

"Bangun ya Nak. Kita kerja lagi,"begitu bisiknya.

Lalu ia mengurus semua kebutuhannya, dan sesaat tampak bocah itu mulai  segar kembali. Matanya bulat, hitam dan berbinar terang. Rambutnya tipis serasa rambut jagung. Senyum mengembang tak ketinggalan dari bibir mungilnya. Kerewelan tak ada pada bocah itu selain lapar dan haus saja. 

Di tengah guyuran hujan dan di bawah lindungan payung yang tengahnya sedikit sobek itu, Marni melangkah cepat. Sisa waktu pagi benar-benar ia manfaatkan untuk mencari uang.

Genangan air dari selokan di sekitar rumahnya mulai meluap. Langkah cepat kakinya itu menekan genangan air dan membuat cipratan kecil. Sementara Tejo, anaknya itu masih menempel di ketiak Marni, dan diam dalam kehangatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun