"Oh. Ya udah ya, terima kasih,"timpalku cepat mengayuh meninggalkannya.
 Pagi ini tak ada jumpa. Tapi setidaknya olah tubuh beres dilakukan. Aku pun akan menjumpai Naomi di kediaman lamanya itu. Jadi kuputuskan minggu besok aku ke sana.
****
Siang di Minggu ini tak ada yang aku kerjakan. Niat mengunjungi Naomi sudah bulat. Wilayah sekitar danau di mana ia tinggal sangat familiar. Dulu aku lulus dari sekolah menengah tak jauh dari lingkungan tersebut. Jadi aku coba susuri jalan sepanjang wilayah ini. Barangkali bisa melihatnya tanpa sengaja. Tapi bolak balik tak ada tanda-tanda.
Kemudian aku hentikan motor sesaat persis di dekat warung makan yang pertama ada di jalan masuk sini di sebelah kiri jalan. Kira-kira lima meter jaraknya dinaungi pohon rindang pula. Â Agak menjorok ke dalam di belakangku beberapa meter, adalah pemukiman. Sepertinya komplek peruimahan juga, namun sederhana rata-rata bangunan permanen yang ada di sini.
Sedang berpikir itu, dari belakang melintas seorang wanita, melewati motorku, lalu masuk menuju warung makan tersebut. Aku kaget dia mirip Naomi. Jalannya, dan lekuk tubuhnya. Aku ingin segera ke sana, tapi ragu, bisa saja bukan dia. Â Aku tunggu beberapa menit, tapi tidak muncul. Sampai 15 menit juga. Lalu motor aku coba giring untuk ke warung tersebut yang sudah terparkir dua motor.
Warung makan ini cukup luas, Lebar barangkali lima sampai enam meter. Sementara dipasangi kaca  selebar dua meter, dan tinggi satu meter, dari dasar tembok. Di kaca warung tertulis WARUNG MAKAN SEDERHANA.
Aku lihat ada tiga orang di dalam yang sedang santap siang. Sementara satu orang perempuan sedang melayani pelanggan. Aku pun masuk. Ruang ini juga lumayan panjang. Dari meja aku duduk, tak kurang 15 kursi yang di pasang berbanjar dengan meja. Â Ada pintu masuk lain juga ke arah dapur, dan aku membelakangi.
"Pesan apa mas?"
"Yang enak apa mbak?"
"Di sini enak semua mas. Yang masaknya jago."