Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kemelut Lelaki Tanggung

29 Juli 2020   11:30 Diperbarui: 29 Juli 2020   13:08 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rinai jatuh dari dedaunan pinus pada senja yang ditutup kabut.  Udara sejuk pun menerpa berlipat kali. Rerumputan yang kaupijak basah memercik di tiap langkah dan meninggalkan jejak. Jejak dirimu di lintasan jalan setapak hutan itu.  Jejak yang seolah melukiskan kegundahan, serta menunggu ketidakpastian akal sehatmu. Dan, kau berada dalam kemelut  itu.  Seperti gemericik riak air di sungai yang mengalir semaunya mengikuti arus yang tak kauketahui ujungnya. Ke lautankah atau ke selokan?

Kau di sini dalam kelembapan berupaya mencari tau jalan dan menentukan pilihan. Namun yang kautemui justru gelap dan pekat yang kian kuat memelukmu.  Mereka tak ingin melepaskan dirimu, seakan mereka tak kuasa jua menahan rindu.Di alam yang terbentang luas itu kauberharap angin, gerimis hujan, suara nyaring tonggeret, burung-burung maupun pepohonan mau mendekat untuk sekejap. Tapi kaumerasakan mereka perlahan menjauh.

Mereka tidak peduli atas kehadiranmu. Mereka juga membenci dalam bahasa yang tidak kauketahui. Dan, kaulelaki tanggung yang tak tangguh, lari menyusun siasat, lenyap diselimuti takut, lalu suara rintihan gadis kuliah  yang kauhamili mengiang terus di telingamu. Kemana dirimu?

Tapi semua itu kautinggalkan tanpa suara. Kau takut sekali dengan tanggungjawab. Tanggungjawab yang menurutmu akan menghabisi masa mudamu di bangku kuliah. Tapi sebelumnya kaunikmati gadis itu dalam sukacita. 

Dan, kau adalah bibit dari orangtuamu sendiri. Apa kata orangtuamu bila mengetahui ini?

Sekarang di tubir tebing ini kau berada. Jurang yang dalam dan gelap itu sedang menunggu keputusanmu. 

Alam bisa saja mengucapkan selamat datang untuk jasad, dan tulangmu, sekarang atau nanti.  Tapi gadis di sana masih setia menunggu keputusanmu.

Wahai lelaki tanggung! 

Semua yang dekat denganmu kini sedang menuntut keputusanmu. Kau tanpa teman, dan nasehat sekarang ini. Dan, di tubir tebing ini semua menyaksikan keputusan apa yang akan kauambil.

Terserah saja!! Kata alam yang membentang pasti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun