Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jejak Kenangan

2 Juli 2020   08:23 Diperbarui: 2 Juli 2020   08:51 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jalan di tanjakan itu berbatu,dan kiri kanannya lembah curam. Mesti hati-hati dan fokus. Satu jam kemudian puncak gunung itu sudah terlihat. Aku akan tetap di belakang mengikuti,"katamu meyakinkan dengan tatapan yang sungguh-sungguh.

Aku sangat mempercayainya. Dalam diamnya dia selama ini, aku tau ada yang dirahasiakan. Dia begitu sangat perhatian. Dia memudahkan segala upayaku untuk terlibat dalam kegiatan alam ini. Aku juga merasakan hal yang sama dalam diam. Dalam diam itu sebetulnya kami jatuh hati, dan aku yakin di puncak gunung ini kelak dia akan katakan isi hatinya. Aku meyakini sambil tersenyum bahagia. Tentu dalam diam juga.

Aku turuti juga akhirnya  apa yang dia katakan itu. Sementara tiga teman yang lain sudah mendahului, dan barangkali telah tiba juga di atap kota yang berudara sejuk ini. Aku tertatih dan perlahan menelusuri jalan tanjakan setapak menuju puncak. Yang memang sangat curam di sisi kiri kanannya. Ratusan meter kemungkinan kedalaman dari lembah ini.

Tidak ada pegangan di sepanjang jalan. Hanya ranting kecil ilalang yang tumbuh di ketinggian di atas 3800 DPL itu. Agak sulit untuk menjaga keseimbangan, sebab ransel ukuran 60 L di punggung sudah menguras energy yang tersisa. Tapi pengalaman pertama ini sejak dinyatakan menjadi anggota perhimpunan bergiat di alam, mesti aku coba sekuat daya.

Tidak ada kata menyerah. Semua dikembalikan pada diri masing-masing. Siap tabah, dari awal hingga akhir.  Untuk sekedar mencapai puncak, itu hanya latihan yang sifatnya pisik semata. Bukan persoalan mental, sebab pendakian yang sedang dijalani sekarang bukan petualangan sebagaimana orang di luar sana bilang. Ini latihan. Latihan untuk menerapkan apa yang diperoleh selama pendidikan dasar. 

Tiap langkah ditanjakan sangat berarti. Kadang tubuh pun turut membungkuk untuk tetap berada di lintasan. 30 menit sudah, kondisi tanjakan nyaris sama. Namun mulai terlihat apa yang selama ini aku dengar dari kawan-kawan yang pernah berada di puncak sini. Bentang alam yang tampak sungguh luar biasa.

Kota ini terlihat samar-samar dari kabut yang menutupi di sekitar puncak. Sayup-sayup terdengar suara canda dan tawa dari kawan yang mendahului. Namun pergerakan dan nafas berat ku tidak tergoda oleh suasana di atas sana. Tetap fokus melangkah. Pelan dan pasti. Pandangan tetap ke muka, tetap menjaga keseimbangan, dan mengawasi bibir curam dari lembah ini.

Namun 15 menit kemudian, aku terpeleset akibat menginjak kerikil yang tersebar di pijakan. Tubuh oleng kemudian tak kuasa menahan beban. Aku pun tersungkur ke muka, tidak ke kiri atau ke kanan.  Suara tubuh yang jatuh tersungkur barangkali bisa didengar oleh kawan yang di atas sana. Atau kerikil yang berjatuhan akan meluncur ke bawah menimpanya. Aku tidak tau itu semua. Hanya pelan-pelan bangkit dan mulai mencoba perlahan meniti jalan setapak yang berbahaya ini.

"Aku harus tenang. Aku tetap fokus. Aku selamat,"bathinku sebagai perempuan manja sebelumnya di situasi tersebut.

Dan, bersyukur semua itu aku bisa lalui setelah tanjakan curam terlewati.  Usai itu datar kemudian bentang alam yang ada di hadapan. Bunga-bunga edelweiss tumbuh mekar di sekitar. Udara sejuk menerpa dan meniup dengan lembut di sekujur tubuh. Aku lihat kawan di sana melambaikan tangan menyambut dengan gembira upaya yang aku lakukan.

Kami berkumpul  di atap kota yang selalu jadi impian pendaki pemula. Aku berterima kasih pada semua yang tidak lelah mengajari bagaimana cara menaklukan diri sendiri.  Mengalahkan egoism diri. Mencabut akar kesombongan yang selama ini aku perlihatkan. Dan, alam dari puncak gunung ini memberi pengetahuan baru bahwa manusia tidak punya kekuatan sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun