Malam ini bulan memancarkan cahaya begitu terang. Bintang gemintang juga gemerlapan. Terlihat di atas langit, kelap kelip lampu pesawat  tengah mengudara menambah semarak permainan cahaya di malam purnama bulan ramadhan. Tidak cuma itu, angin juga bertiup lembut menawarkan kesejukan bagi semua makhluk yang ada di bumi. Singkat kata suasana semacam ini membuat semua orang istimewanya menjadi tenang dan teduh.
Tenang perasaannya, dan teduh pikirannya. Tanpa gejolak juga tiada resah. Mirip suasana hati yang tengah menunggu sesuatu hal yang pasti datang membawa kesenangan.  Sesuatu hal yang boleh jadi menentukan masa depan seseorang. Entah itu masa depan bagi  seorang lelaki lajang maupun perempuan perawan.
Dua jenis kelamin semacam itu kalau dirunut dari segi usia, terbilang telah melewati masa akil baligh. Masa di mana penuh suka cita, sekaligus juga mampu mengekspresikan segala hal sesuai naluri yang dipunyai. Termasuk apa yang dialami si Par dan Karim.
Tapi mereka bukan  sedang akil baligh. Mereka malah dewasa dan cukup umur sejalan dengan usianya, Karim 35 tahun, Pariyem 30 tahun. Terpaut lima tahun bukan halangan bagi mereka menjalin peruntungan tali kasih. Keduanya memang sedang bersukaan, sudah lewat dua lebaran malah. Jelang mau tiga lebaran ini rupanya ada tanda-tanda, Karim punya inisiatif positif untuk menembus larangan mudik bersama Zaid, Haji Mukti dan abang kandungnya Kamir. Tujuannya tidak lain ingin melamar dan meminang pada keluarga  Pariyem di Tegal sana.
Sejak tiga hari lalu, Karim sudah utarakan niatnya ini pada Pariyem ketika tengah berbuka puasa di wartegnya Pariyem. Ia katakan seminggu sebelum lebaran mau ke Tegal untuk tugas mulia ini. Ketika mendengar kesungguhan Karim, Pariyem begitu emosional, biasanya ditandai oleh hidungnya yang kembang kempis, menahan tarikan nafas kegembiraan.
"Abang ciyus kan?Tanya Pariyem meniru ABG masa lewat sembari memilin-milin lombok yang sedang dipegangnya kuatir Karim bercanda, dan ia bisa balas dengan menyodorkannya ke mata Karim.
"Iya sayang,"tegas Karim tanpa tedeng aling-aling, hakul yakin.
Mereka berbincang dari hati ke hati. Karena suasana hati demikian, baik Karim maupun Pariyem sudah tidak peduli dengan aturan Jakarta untuk PSBB,maupun perjalanan jauh yang terlarang. Tapi untungnya, ada seorang pelanggan yang juga sedang berbuka puasa di sini mengingatkan Karim agar membawa surat sehat dari dokter sebagai bukti bahwa mereka bukan tergolong pembawa virus corona. Juga setiba ditujuan, katanya lagi, Karim dan rombongan kecil mesti mengisolasi diri selama 14 hari, dengan pengawasan yang ketat dari pihak yang didatangi.
Tanpa menghitung penjelasan itu, keduanya main setuju saja. Sepertinya Karim dan Pariyem memandang enteng persoalan tersebut. Boleh jadi kekuatan dua hati yang bersatu ini mampu mengalahkan segala rintangan yang bakal dihadapi. Nalar mereka seolah dihiasi narasi optimistis di atas rata-rata cara pikir para jomblo.
"Jadi seminggu sebelum lebaran ini, abang ke sana. Pasti!"
"Saya, dan adik saya juga turut kan bang?"