Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bukan Perempuan Biasa

4 Maret 2020   02:30 Diperbarui: 4 Maret 2020   10:09 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Informasi soal aktivitas suami kawannya itu nyaris lengkap. Ia sedikit bicara, namun banyak tanya pada Ratih. Dan, sebelum menuju rumah kawannya ini, ia lebih dulu menghubungi relasi di satuan tugasnya agar segera meluncur ke lokasi di mana desa ia berada saat ini.

Sementara itu di sekitar amat sejuk, dan bulan tampak terlihat dari halaman rumah yang sederhana ini. Ratih menyambut Dewi di muka pintu, dan menolak untuk masuk.  Mereka duduk, dan bercakap di teras rumah menghadap halaman yang tidak seberapa luas. Segala cerita tumpah, mengenang masa sekolah, dan teh hangat juga kudapan mengiringi tawa mereka bersama.

Di tengah asyik berbincang, muncul Raka, entah dari mana,  dengan langkah ringan memasuki halaman kediamannya. Ratih perkenalkan temannya,dan disodorkan Dewi dengan tangan menyambutnya sambil berdiri, bersalaman. 

Ada kecurigaan suami Ratih itu tatkala dua tangan mereka saling menggenggam. Telapak tangan Dewi tidak sebagaimana Ratih, istrinya yang halus sehalus tangan bayi, meski ia ibu rumah tangga. Apalagi tubuh Dewi juga tampak tinggi dan atletis.

Dewi juga demikian, ia perhatikan sosok lelaki ini, dan memandang kedua mata Raka dengan cermat sebagaimana ia melihat deretan foto Bedas dalam berbagai rupa di kantornya yang menyerupai lelaki ini. Namun keduanya bersikap wajar, dan terlibat pula dalam perbincangan. Pendek kata ketiganya berbicara tanpa jarak. Malam itu dilalui bertiga dengan penuh keakraban.

Dirasa kian malam, Dewi pun kembali pulang sebab gelap beranjak datang di tandai sepinya lingkungan sekitar rumah pasangan suami istri ini. Di tengah liburannya ini beruntung Dewi bisa menemui karibnya, Ratih, dan perhatiannya terhadap Raka membekas hingga di rumah orang tuanya.

"Lelaki itu pasti Bedas!" Ia menyimpulkan.

Sementara Raka berulangkali menanyakan Ratih, siapa temannya itu, apa kerjanya, dan di mana kediamannya. Juga suaminya. Ratih tak bisa menjawab. Yang ia tau, ketika SMA, Dewi sangat aktif di sekolah, juara Karate tingkat sekolah di Kabupaten ini. Selepas itu tak ada lagi kabar darinya. Raka menyimak dengan serius, seraya menimbang-nimbang boleh jadi Dewi bagian dari orang-orang yang sedang memburunya.

Ia selidiki esoknya. Raka sambangi lokasi kediaman orang tua Dewi atas informasi yang diperoleh dari Ratih. Rupanya warga desa mengenal baik setelah ia tanya nama wanita ini. Ia bekerja di Jakarta. Orang kantoran, rata-rata warga menyebutnya demikian.

Dari kejauhan Raka memastikan bisa melihat Dewi sedang membaca buku di teras rumahnya di tengah hari itu. Ia tetap menaruh curiga pada wanita ini. Namun tidak ada alasan dan juga keberanian darinya untuk mencoba menemui Dewi di siang itu. Ia pun akhirnya kembali.

Sepeda motornya ia pacu pelan melewati jalan desa yang di sisi kiri kanannya sawah terhampar.  Suasana sepi ketika itu sebab para petani kembali ke rumah untuk istirahat sementara. Persis di tikungan menuju jembatan kecil, tiga kilometer dari kediaman Dewi,  ia coba dihentikan oleh beberapa orang di mana mobil jeep juga berada tak jauh darinya. Satu di antaranya, Dewi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun