"Kok ke pasar sampai dua jam lebih?
"Iya mas. Tadi kan hujan deras. Jadi tunggu reda, Tapi untungnya ditemani teman sekolah. Jadi sambil itu, kita ngobrol."
"Teman sekolah?
"Iya. Dia kemarin datang dari kota. Sudah enam tahun tidak berjumpa."
"Perempuan?
"Iyalah mas, masa lelaki. Namanya Dewi. Ia ke pasar juga, tapi sedikit belanjanya. Kami ngobrol banyak di warung bubur nasi pak Diman, sekalian neduh. Katanya nanti malam mau mampir ke rumah."
"O gitu. Rumahnya jauh?
"Aduh, aku lupa, tanya rumahnya. Tapi rumah orang tuanya sekitar tujuh kilo dari sini. Aku masak dulu ya mas,"kata istrinya Ratih menghentikan percakapan itu.
Raka memandang hal itu seperti biasa. Raut wajah istrinya pun ketika menceritakan pertemuan dengan temannya, biasa saja. Tak ada yang patut dikuatirkan. Kampung ini sudah lebih 10 tahun ia tempati, bersama Ratih, sejak ia nikahi janda tanpa anak ini. Kepolosan istrinya  ini ikut membantu tiap aktivitas terornya di luar kota.Dan, sejauh ini ia aman.
***
Malam itu benar saja, Dewi menyambangi kediaman Ratih.  Tak enak rasanya jika ia batalkan, sebab obrolan  dengan Ratih yang tanpa sengaja bertemu sudah cukup baginya untuk memastikan naluri intelijennya.Â