Mohon tunggu...
Erson Bani
Erson Bani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis buku "Lara Jasad" (2023), "Melayat Mimpi" (2023), Senandika dari Ujung Negeri: Kumpulan Opini dan Esai tentang Pendidikan, Sosial, Budaya, dan Agama (2024)

Hanya ingin mengabadikan kisah lewat aksara

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menciptakan Heuristika Ketakutan dan Kepedulian Lingkungan

11 November 2022   08:50 Diperbarui: 11 November 2022   09:04 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Encyclopaedia Iranica

            Menebarkan narasi ketakutan menjadi kekuatan untuk mempengaruhi mental seseorang. Tersebarnya ketakutan ini tentu beralasan. Misalnya narasi hoax tentang bahaya vaksin covid-19. Cara ini cukup berhasil karena bisa membuat sekelompok orang terpengaruh dan memilih tidak divaksin. Selain itu, perlunya memberikan ketakutan akan bahaya yang akan datang juga disampaikan oleh filsuf Jerman-Amerika berketurunan Yahudi, Hans Jonas.

            Menurutnya, ketakutan menjadi kekuatan untuk menata masa depan. Konsep ketakutan Hans Jonas berkaitan dengan upaya untuk menjaga alam. Salah satu tantangan yang dihadapi dunia adalah upaya untuk menghormati alam. Minimnya kepedulian terhadap alam membuat Paus Fransiskus mengeluarkan dokumen Laudato Si' yang mana salah satunya berbicara tentang kerusakan alam akibat ulah manusia.

            Perhatian kepada lingkungan harus menjadi tanggung jawab bersama. Kepedulian terhadap kehidupan generasi masa depan menjadi salah satu alasannya. Sikap kepedulian dan tanggung jawab juga penting untuk ditanamkan dalam diri manusia. Sebenarnya, bahaya kerusakan lingkungan tidak semata untuk generasi yang akan datang atau efek jangka panjang, tetapi juga untuk manusia saat ini atau efek jangka pendek.

            Berdasarkan laporan Environmental Performance Index 2022 (EPI). Pelestarian lingkungan Indonesia tergolong buruk di skala global, bahkan di skala regional Asia Pasifik. EPI mengukur tingkat keberlanjutan lingkungan negara-negara melalui puluhan indikator yang terangkum dalam tiga pilar besar, yakni, kesehatan lingkungan: kualitas udara, pencemaran air, kualitas pengolahan limbah, dan sebagainya. Iklim: kebijakan mitigasi perubahan iklim, emisi gas rumah kaca, dan sebagainya, dan daya hidup ekosistem: kualitas biodiversitas, keberlanjutan perikanan, pertanian, sumber daya air, dan sebagainya.

            Indonesia mendapat skor 28,2 dari 100. Skor ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-164 dari 180 negara yang diriset. Jika dilihat di skala regional, posisi Indonesia juga masuk ke jajaran bawah. Indonesia berada di peringkat ke-22 dari 25 negara Asia Pasifik, atau peringkat ke-8 dari 10 negara ASEAN. Dalam laporan ini Indonesia mendapat nilai rendah untuk semua indikator, dengan rincian skor daya hidup ekosistem 34,1, skor kesehatan lingkungan 25,3, dan skor kebijakan mitigasi perubahan iklim 23,2 dari 100. Perhatian kepada kesehatan lingkungan hidup boleh dikatakan masih sangat kurang.

            Berhadapan dengan berbagai peristiwa ini apa yang harus dilakukan? Gerakan Greenpeace baik internasional maupun nasional mempunyai tujuan yang sama yakni mengurangi kerusakan lingkungan. Pidato Greta Thurnberg pada sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga tidak lain berbicara tentang efek dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pendahulu sehingga memaksanya untuk tidak berada di sekolah dan menghadiri pertemuan ini. KTT G20 lagi-lagi membuka kesempatan untuk berdiskusi tentang masalah ini.

          Masih banyak lagi kelompok-kelompok maupun individu yang punya kepedulian pada peristiwa ini. Kebanyakan gerakan ini beraksi setelah berbagai kasus kerusakan terjadi. Apakah tidak ada langkah preventif berkaitan dengan masalah ini dan bagaimana sikap Gereja ketika berhadapan dengan situasi seperti ini? Untuk membahas mengenai pertanyaan ini, penulis mencoba menawarkan gagasan dari Hans Jonas tentang Etika Tanggung Jawab yang berkaitan dengan heuristika ketakutan dan campur tangan Gereja.

Mengenal Heuristika Ketakutan dalam Pandangan Hans Jonas

         

            Hans Jonas lahir di Munchengladbach pada 10 Mei 1903. Ia menyelesaikan filsafat dan teologinya di Freinburg, Berlin di bawah bimbing seorang filsuf terkenal yakni Heidegger dan Rudolf Bultmann pada 1920-an (Ristyantoro: 2005, 36). Ia adalah filsuf Jerman-Amerika yang berketuruna Yahudi. Salah satu pemikirannya yang terkenal adalah ketika berbicara mengenai etika tanggung jawab dalam buku "Das Prinzip Verantwortung, Versuch einer Ethik fur die technologiche Zivilization" (Prinsip Tanggungjawab, Percobaan Sebuah Etika bagi Keberadapan Teknologis) (Suseno: 2006, 185). Baginya perkembangan teknologi sangat mempengaruhi kehidupan manusia di masa depan.

            Ada beberapa hal penting yang menjadi alasan mengapa Hans Jonas berbicara tentang pentingnya etika tanggung jawab berkaitan dengan lingkungan. Pertama, alam adalah makluk hidup yang mudah terluka (Suseno: 2006, 194). Saat ini manusia menjadi sangat sering untuk melukai alam semesta. Ada kepentingan tertentu sehingga manusia begitu cepat untuk melukai alam. Kecenderuangan untuk melukai alam akan membuat alam tidak bisa kembali kepada situasi semula dan lama kelamaan akan habis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun