Singapore, 15 November 2009
Sambil berjabat tangan, beliau bertanya
“Siapa namanya?”
“Ershad Junus Amin pak, saya mahasiswa Nanyang Technological University angkatan 2006”
Itu adalah awal dimulainya percakapan panjang dan hangat malam itu.Kita duduk bersama dalam satu meja makan lumayan panjang dengan kapasitas sekitar 12 orang. Dan kebetulan posisi SBY berada pada arah jam 1. Duduk di samping saya adalah Ibu Wardhana (Istri Dubes) dan Bapak Hendra (Ketua Himpunan Pelaut Indonesia di Singapura). Depan saya persis adalah Bpk Marty Natalegawa (Menteri Luar Negeri), dan disampingnya langsung adalah Presiden SBY
Saya menjelaskan tentang hubungan antara mahasiswa dan komunitas yang ada di singapura. “Berbicara tentang hubungan dengan PLRT, kita mempunyai program yang bernama PLRT tutoring initiatives yang ikut memberitakan tutoring untuk para penatalaksana rumah tangga di Singapura. Untuk hubungan dengan komunitas internasional, kita memiliki Nusantara Development Initiatives, komite yang di dalemnya berisi mahasiswa dari berbagai negara yang pada bulan juli kemarin melakukan sanitation campaign and social research ke Aceh. Hubungan dengan BUMN di Singapura dilakukan dengan kerjasama BNI dan Garuda, kemudian dengan kaum cendekiawan melalui Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional yang kebetulan saat itu ketuanya juga duduk satu meja dengan kami, Dr. Nasir Tamara”
Dengan jumlah mahasiswa yang begitu banyak dan tuntutan akan kontribusi nyata yang semakin besar, saya menyampaikan fakta kalau di KBRI Singapura tidak memiliki atase pendidikan. “Jadi selama ini kita berhubungan dengan atase sosial dan budaya. Sementara di Negara lain seperti Belanda dan Jerman yang notabene mahasiswanya lebih sedikit, mereka punya atase pendidikan. Hal itu diiyakan oleh bapak duta besar.
Presiden SBY merespon dengan menyuruh duta besar yang kebetulan duduk dua kursi di sebelah saya untuk mencatat dan berkoordinasi dengan depdiknas untuk meninjau hal ini, kalau memang perlu, akan segera dibentuk atase pendidikan dalam waktu dekat. Beliau juga memperlihatkan antusiasme dan komitmen untuk mendukung aktifitas mahasiswa di luar negeri dalam bingkai kontribusi terhadap bangsa. Beliau bercerita 2 taun lalu saat berkunjung ke Sydney, Australia. Kebetulan saat itu PPI Australia sedang mengadakan seminar bertemakan, “Stay Abroad or Go Home?”
“Kalian boleh tetap tinggal disini, tidak ada yang melarang. Tidak perlu merasa berdosa kepada Negara. Tapi jangan lupa untuk tetap kontribusi terhadap bangsa. Dan suatu saat nanti kalau dibutuhkan oleh pemerintah, saya harap kalian tidak menolak. Kita tentu akan tetap memperhatikan asas kesejahteraan, terutama permasalahan penghasilan yang didapat. Tidak mungkin kita tidak memikirkan itu. Tapi bagi saya pribadi, tidak ada yang lebih menyenangkan selain bisa memberikan manfaat untuk lingkungan sekitar, bangsa dan negara”
Di sela-sela itu, Ibu Ani Yudhoyono juga bercerita tentang Letnan Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhi Baskoro Yudhoyono, dua putranya yang kebetulan juga pernah kuliah di universitas yang sama tempat saya kuliah sekarang. Pak SBY juga bercerita tentang perjalanan karir Ibas setelah menyelesaikan studinya
“Kamu tau ibas, setelah lulus kuliah, dia bekerja di perusahaan roti. Mulai karir dari bawah. Saat itu dia masuk ke level 4, itu kira2 di tengah. Pernah suatu saat saya dan ibu ani dimintai saran oleh dia, “Pa, Ma, tolong cicipin roti ini, bandingkan dengan yang ini, kira-kira enak yang mana? Dalam hati saya sedih bukan main, dulu anak presiden pasti langsung jadi komisaris di perusahaan besar. Tapi saya kuatkan hati saya, semuanya mesti dimulai dari bawah. Dan Alhamdulillah, pelan-pelan karirnya naik. Dari level 4, setaun kemudian dia naik ke level 3. Walaupun itu juga belum terlalu tinggi"