Bayang – Bayang Bahasa Bolaang Mongondow Di desa Kotabunan - Bulawan
Bahasa Ibu Yang Terancam Punah di Kalangan Anak Muda di Desa Kotabunan –Bulawan.
BAHASA adalah budaya yang paling kuat, dalam kamus besar bahasa indonesia, Bahasa adalah “sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri”. Dalam artian bahwa Bahasa sudah menjadi alat komunikasi untuk bersinergi dalam suatu masyarakat, tergantung bahasa apa yang digunakan, setiap daerah memiliki ciri khas bahasa yang berbeda – beda, dalam menunjukan identitas kedaerahannya masing – masing. Bahasa Bolaang Mongondow merupakan bahasa yang harus dijaga kelestariannya, karena Bahasa Bolaang Mongondow Merupakan Bagian dari adat dan budaya yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Dalam Sejarahnya Bahasa Bolaang Mongondow adalah bahasa rumpun Filipina yang digunakan oleh masyarakat bolaang mongondow pada zaman Kerajaan Bolaang Mongondow, dan terus digunakan sampai pada saat sekarang ini. Sayangnya belakangan ini semangat dalam melestarikan budaya Bolaang Mongondow semakin memudar terutama di desa Kotabunan dan Bulawan, saya sengaja menjadikan studi kasus dua desa ini karna memang saya lahir dan besar desa Kotabunan, dulunya dua Desa ini merupakan satu kesatuan, belum ada yang namanya desa bulawan masih satu desa yaitu desa kotabunan, sebelum adanya pemekaran daerah. Tidak adanya Benteng dalam menjaga tradisi dan budaya, serta lemahnya pengetahuan sejarah lokal Bolaang Mongondow menjadikan banyak pemuda merasa hal ini biasa – biasa saja karena memang mindset yang ada di kalangan pemuda, hanya mengikuti tren yang ada serta mengkonsumsi hal – hal baru yang datang, tanpa menghadirkan budaya yang sudah lama di pelihara oleh neneng moyang kami yang di lestarikan secara turun temurun. Apalagi membudayakan bahasa Bolaang Mongondow, banyak dari kalangan pemuda yang ada di desa kotabunan – bulawan, merasa malu bahkan merasa asing ketika berbahasa bolaang mongondow dilingkungannya bahkan orang tua pun masih minim sekali menggunakan bahasa bolaang mongondow dalam kesehariannya, yang lebih parah lagi yang tidak tau sama sekali bahasa bolaang mongondow baik pemuda maupun orang tua yang memang asli keturunan dari orang mongondow.
Kebanyakan anak muda yang ada di desa kotabunan-bulawan tanpa sadar membunuh jati diri mereka sendiri karna kurangnya pengetahuan sejarah lokal maupun adat dan budaya yang ada di bolaang mongondow, tak banyak yang sadar baik dari kalangan yang terdidik mulai dari anak muda yang masih sekolah SMA maupun tataran universitas, seakan –akan peran Pemuda sebagai tonggak estafet dalam kemajuan suatu daerah dan tokoh yang berperan dalam melestarikan budaya dan adat kedaerahannya itu, diganti dengan sifat yang Hedonis bahkan apatis dalam hal Membumikan Budaya serta adat Bolaang Mongondow terutama dalam melestarikan Bahasa Bolaang Mongondow. Bahasa bolaang mongondow dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting untuk dipelajari dan di anggap usang, mereka lebih mementingkan bahasa yang di anggap baru dan GAUL dikalangan anak muda. Bagi mereka bahasa GAUL adalah bahasa penunjang dalam menunjukan eksistensi mereka dan tanpa disadari juga mereka menindas budaya mereka sendiri.
Disisi lain memang masyarakat yang ada lebih pada menggunakan Bahasa Indonesia karna memang adanya percampuran penduduk antara yang asli darah Bolaang Mongondow dan Suku yang lain. Lambat laun bahasa daerah bolaang mongondow semakin jarang digunakan. rumah yang seharusnya menjadi tempat berinteraksi digunakan dalam bahasa Mongondow malah tidak dilestarikan karna memang adanya perkawinan antar suku dan etnis yang kemudian menjadi penghalang. Dikalangan anak muda lebih terpengaruh dengan budaya asing yang mengikis habis budaya sendiri dan tanpa rasa bertanggung jawab mereka menikmatinnya, tanpa menyadari pentingya belajar, apa itu Bolaang mongondow, Budayanya, serta adatnya........
Tetapi melihat penduduk yang ada, lebih banyak atau lebih didominasi oleh penduduk yang aslinya orang bolaang mongondow sendiri, Begitu juga dengan Guhanga dan elite pemerintah mereka juga adalah orang asli bolaang mongondow. Saya pikir dengan adanya mereka, bisa saja membuat aturan ataupun kegiatan – kegiatan yang bersifat melestarikan budaya maupun adat. Tetapi melihat kenyataan, sungguh berbanding terbalik yang diharapkan. Para elite, para guhanga, maupun para pemuda masih terlelap lupa akan jati diri sebagai orang Bolaang Mongondow.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H