Semoga Sedikit catatatan ini, dapat mencerahkan...
Gorontalo, 28 Juli 2015.
Tak asing lagi bagi kita mendengar kata Pendidikan, pendidikan bukan hal yang baru dan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan, selama ini kebanyakan orang ketika disebut kata pendidikan maka yang akan terlintas dalam benak mereka pendidikan itu adalah lembaga – lembaga formal, dan mengartikan pendidikan hanya sebagai proses formal semata, dalam artian bahwa kalau kita tidak memiliki pengakuan dari lembaga – lembaga pendidikan maka kita dianggap orang yang tidak berpendidikan. Dan ini pula yang sudah mengakar dan tertanam di dalam fikiran orang – orang yang mungkin belum sempat merasakan bagaimana proses pendidikan formal tersebut, serta menganggap diri mereka adalah orang yang tidak berpendidikan serta merasa termarjinalkan ketika bersama ataupun berbaur dengan orang – orang yang terdaftar dalam lembaga pendidikan formal.
Saya pikir inilah yang harus diluruskan, seperti yang saya kutip dalam buku Pendidikan Pembebasan Dalam Perspektiif Barat dan Timur yang di tulis oleh Umiarso,M.Pd.I & Zamroni, M.Pd. bahwa “kita harus mampu membedakan antara pendidikan yang mempunyai makna luas dan pengajaran yang mempunyai makna terbatas. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia, baik dalam bentuk formal maupun informal.” Dalam artian bahwa pendidikan tidak terbatas pada apa yang di sebut sekolah atau lembaga formal, SD, SMP, SMA, dan Universitas. Yang jadi pertanyaan saya, kenapa bisa timbul stereotip dengan sebutan orang yang berpendidikan dan orang yang tidak berpendidikan.? Apakah ini murni secara alami timbul dari pemikiran mereka ataukah ini by desain? Kebanyakan dari kita mengganggap ini hal yang alami dan biasa – biasa saja karna memang keadaan memang seperti itu, akan tetapi ini seharusnya kita kritisi. Karna ini bisa saja merupakan by desain para penguasa dan para elite pemerintah dalam melanggengkan hegemoni serta doktrin kekuasan mereka, Michel Foucault Menyebutnya Pengetahuan dan Kekuasaan. Di dalam pendidikan ada jaring kekuasaan, ini sebenarnya kalau di lihat sekarang pendidikan memang seperti apa yang di katakan Foucault, pendidikan sudah tidak menjadikan manusia sebagai insan kamil, sudah tidak menjadi lembaga pelatihan, penyembuhan kebodohan dan pengajaran moral. Tetapi justru menjadikan manusia sebagai alat yang tidak berfikir secara kritis dan bebas terhadap realitas yang ada. Bahkan pendidikan dijadikan barang dagangan elite yang hanya bisa di raih oleh orang yang mampu, sehingga jangan heran bahwa masih ada yang namanya “LASKAR PELANGI KOTA”. Sekalipun di dalam Kota masih ada juga sekolah yang tidak memiliki fasilitas yang memadai dan kualitas pengajar yang tidak memadai juga, karna adanya clash dalam pendidikan. Mereka yang mampu, memilih sekolah yang elite dengan segala fasilitas yang lengkap dan kualitas pengajar yang mantap, sementara mereka yang kurang mampu hanya bisa merasakan sekolah yang bahkan kursi, papan tulis dan mejapun tidak ada. Dan mereka yang tidak mampu tidak mendapatkan sekolah. Apakah ini yang disebut pendidikan, kata Paulo Freire seharusnya pendidikan adalah pembebasan. Bebas dari budaya otoriter yang memerintah, bebas dari budaya verbal yang serba naif dan membosankan, yang mekanistik dan dangkal.
Kita seharusnya sadar bahwa lembaga pendidikan seharusnya dapat menggunakan sekolah sebagai tempat mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Pendidikan juga bukan tempat memaksakan wacana kepada siswa/mahasiswa dan menggunakan guru/dosen pengajar serta kurikulum sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan para elite dan penguasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H