Mendengar kata kecerdasan tentu dalam pikiran sebagian besar orang mengarah pada proses pendidikan. Dari pendidikan selanjutnya mengarah pada pembelajaran formal dari SD hingga SMA bahkan perguruan tinggi.
Pendidikan diibaratkan suatu cara dalam mencapai cita-cita nasional bangsa kita, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4. Sebagai bagian dari dinamika kehidupan, pendidikan di Indonesia juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu, beriringan dengan pergantian kurikulumnya.
Dari kata “pendidikan” jika dilihat dari sudut para siswa akan langsung mengarah pada kata “pelajaran.” Meskipun sudah berapa kali terjadinya pergantian kurikulum, namun secara garis besar mata pelajaran yang ada tetap sama, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, PPKN, Pendidikan Agama, PJOK, IPA, dan IPS.
Untuk IPA dan IPS ini ditingkat lebih lanjut seperti SMA akan dibagi lagi, di mana IPA dipecah menjadi Kimia, Fisika, dan Biologi, sedangkan IPS dipecah menjadi Sosiologi, Ekonomi, dan Geografi.
Dari sudut pandang orang tua, tentu mereka menginginkan anaknya agar menguasai semua mata pelajaran yang ada. Tak hanya orang tua, orang-orang di sekitar kita bahkan terlihat seakan menuntut siswa agar memiliki nilai yang tinggi.
Bagi para guru juga tentu ingin agar semua anak didiknya bisa menguasai mata pelajaran yang ada. Hal ini memang sejalan dengan tuntutan kurikulum yang ada. Bahkan di tiap sekolah pasti memiliki Kriteria Ketuntasan Minimum atau yang kita kenal dengan KKM. Dari KKM inilah seorang siswa bisa dilihat apakah dia mampu melampaui nilai minimum tersebut atau justru sebaliknya.
Mirisnya, bagi orang-orang yang tidak terlalu mengerti akan apa itu kecerdasan yang sebenarnya, justru menjadikan KKM ini sebagai patokan utama kecerdasan bagi seorang siswa. Mereka percaya bahwa dengan nilai yang tinggi seorang siswa sudah pasti cerdas.
Secara tidak langsung setiap siswa akan merasa dirinya dituntut untuk mencapai KKM itu agar dianggap cerdas. Tuntutan yang ada terkadang memang bagus untuk memotivasi diri mereka agar terus meningkatkan nilai mereka. Akan tetapi, dibalik itu semua tak jarang tuntutan itu membuat mereka tertekan apalagi misalnya ditambah tuntutan orang tua atau keluarganya yang memaksa mereka pandai di segala bidang.
Tak jarang dari masyarakat sekitar kita juga beranggapan bahwa siswa yang cerdas itu adalah mereka yang pintar dibidang akademis saja. Padahal nyatanya tiap anak itu memiliki tipe kecerdasan yang berbeda. Ambil saja contohnya seperti ini, orang sering beranggapan bahwa anak yang nilai matematikanya tinggi itu lebih pintar atau cerdas dibanding anak yang bisa melukis.