Sepak bola, ya kata itulah yang mudah terlintas di kepala saya setiap saat. Maka dari itu saya ingin menceritakan mengapa saya begitu mencintai olah raga ini.
Kapan saya mulai tertarik ? Ya jawabannya saat masih SD kelas 2. Saat itu hari Minggu malam, sebuah stasiun TV swasta menayangkan secara langsung pertandingan Liga Italia. Ayah saya yang juga pecinta sepak bola mengajak saya untuk menyaksikan pertandingan tersebut. Biasanya ia selalu menyuruh saya tidur karena besok pagi saya harus sekolah, tapi khusus di hari itu tidak. Pertandingan itu mempertemukan Juventus vs AC Parma, gol pertama di partai itu dicetak oleh sang maestro Alessandro Del Piero. Gol itu sangat bagus, secara spontan nama Juventus dan Del Piero mulai menjadi idola dalam hidup saya. Love at the first sight for Juventus.
Informasi terbaru tentang sepak bola mancanegara pun mulai menarik untuk diikuti. Di sekolah pun begitu, uang jajan saya hampir setiap hari digunakan untuk membeli poster-poster pemain idola. Mulai dari sinilah kesukaan saya terus berkembang. Setiap hari setelah pulang sekolah saya bermain sepak bola bersama teman-teman, dan khusus minggu sore saya berlatih bersama ayah saya :'). Saya sempat kaget melihat kemampuan ayah saya. Di usianya yang kala itu mendekati 50, ia masih bisa menlakukan juggling (menendang-nendang bola di udara)bola hingga 36 kali. Daddy that was cool.
Memasuki masa SMP saya mulai mengikuti turnamen sepak bola antar sekolah. Mulai dari latihan rutin dan proses seleksi pun saya ikuti. Tiba saatnya bagi saya untuk pertama kalinya bermain (debut pertama). Di partai perdana itu tim kami menang 3-0, dan saya mencetak 2 gol. Sungguh debut yang manis dan bahagia rasanya. Di turnamen tersebut kami keluar sebagai juara 4. Turnamen demi turnamen kami ikuti, dan kami selalu gagal menjadi juara 1. Gelar juara 1 yang belum pernah saya rasakan menjadi pelecut semangat saya untuk berbicara lebih banyak lagi di turnamen berikutnya. Memasuki SMA akhirnya saya merasakan betapa bahagia dan bangganya menjadi juara 1. Terlebih saat itu saya mencetak 2 gol di partai final dan terpilih sebagai "Man of the Match". Di turnamen itu saya bukanlah pemain yang diandalkan dalam tim, bahkan lebih sering duduk di bangku cadangan. Boleh dibilang momen ini adalah "From zero to hero". Karena performa saya yang baik di turnamen tersebut, saya selalu dipanggil untuk turnamen berikutnya.
Setelah lulus SMA saya semakin giat berlatih bersama teman-teman baru. Turnamen demi turnamen saya ikuti. Tahun 2008 saya mengikuti turnamen futsal di gereja. Saat itu kami menjadi juara 3 dan saya terpilih sebagai Top Scorer (Pencetak gol terbanyak) dengan 24 gol. Tahun 2010 turnamen itu kembali diadakan dan akhirnya kami menjadi juara 1 dan saya berhasil mempertahankan gelar top scorer. Pengalaman sepak bola pun tak hanya saya rasakan sebagai pemain, saya juga pernah menjadi sang pengadil/wasit sepak bola. Itu adalah pengalaman yang sangat seru. Saat itu sedang diadakan turnamen di Gandhi International School. Otomatis seluruh peserta adalah anak-anak berdarah asing, yang mewajibkan saya berbahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan mereka. Sungguh seperti wasit International rasanya, berbicara bahasa Inggris di lapangan dan juga dari berbagai negara para pemainnya.Panas terik matahari tidak mematahkan semangat saya saat memimpin. Menghabiskan waktu di lapangan sepak bola sungguh menyenangkan.
Itu tadi adalah sedikit cerita menarik dari pengalaman sepak bola yang saya alami. Saya selalu merasa bersyukur atas talenta yang Tuhan berikan kepada saya. Saya juga tentunya selalu berdoa untuk kemajuan sepak bola nasional, agar kelak Tim Garuda Indonesia bisa mengepakkan sayapnya hingga kancah International. Apakah kita tidak memiliki 11 pemain berkualitas dari 250 juta lebih rakyat Indonesia ? Rasanya tidak mungkin. Maju terus sepak bola Indonesia !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H