BOGOR - Siapa bilang malam Jumat itu menyeramkan, malam hantu-hantu gentayangan?
Saya baru saja menangkap fenomena alam yang bernama Hunter Moon. Â Semua aman. Malah, menyenangkan.
Sabar itu pasti manis buahnya, kata orang. Saya tunggu selesai hujan, buat menangkap si bulan yang konon (dan pastinya) cantiiiik.
Di luar tak terlihat bintang-bintang. Langit tipis berawan. Tetapi, bulan yang saya incar, benar-benar cantik menawan, sempurna, bertengger di antara mega yang sangking tipisnya sampai-sampai mirip dengan viscera jeroan. Masih bisa saya rasakan dinginnya angin yang masih cukup kencang seusai hujan, menggoda saya supaya buru-buru masuk lagi ke dalam.
"Ah, tidak," pikir saya teringat bahwa tahun ini fase penuh atau puncak Hunter Moon bisa disaksikan pada Kamis (17102024) malam. Ya, Kamis malam. Malam Jumat.Â
Saya bertahan di luar pagar rumah, kendati bulan sudah pada posisinya di atas. Tepatnya sudah pada sudut 75 - 80 derajat dari tempat terbitnya di timur. Masih besar, walaupun tidak sebesar dan sebundar sebelumnya.
Waktu terbaik untuk menyaksikan bulan dalam parasnya yang terelok, terbesar, adalah saat ia masih berada pada sudut 45 - 60 derajat dari saat terbitnya di timur. Itu kata seorang sahabat saya, Yudhi Seda Purana, yang getol sastra tetapi canggih sekali berteknologi dan rajin berbagi sains. (Sayangnya, sahabat saya itu - seperti diakuinya lewat chat - kurang beruntung menangkap hunter moon lantaran berada di lantai 25 di gedung tempat dia masih bekerja.)
Berkamera seadanya, dari telepon genggam biasa-biasa, saya menangkap bulan dari berbagai posisi. Garis-garis cahaya selalu muncul pada hasil jepretan. Sulit menangkap bulan pada garis tubuhnya yang tegas. Dari samping rumah tetangga, dari depan rumah yang lain, sampai ke bagian atas kendaraan yang terparkir di jalan dekat rumah. Saya sampai "melantai" di beberapa bagian jalan beraspal. Ha.. ha.. ha...