Sehari-hari manusia hidup dalam pikiran, terjadi sebuah proses berpikir dalam otak manusia yang memunculkan banjir 'suara' di dalam kepala. Saat membaca tulisan ini mungkin kamu sedang berpikir, menganalisis, atau bertanya-tanya hal apa yang sedang dibahas. Mungkin juga kamu sedang mengkritisi pola kalimat, tata bahasa, atau diksi kalimat dalam tulisan ini. Begitu banyak suara dan pendapat yang muncul dalam satu kali nafas di kepalamu. Apakah kamu meminta mereka muncul? Tidak, proses berpikir seperti ini muncul secara otomatis pada diri setiap manusia. Suara dalam kepalamu ini baik secara sadar atau tidak selalu muncul 24 jam sehari selama 1 minggu tanpa henti. Kamu tidak menyadarinya? Bisa saja begitu, namun bisa juga kamu selalu menyadarinya.
Apakah kamu pernah mengendarai sepeda motor menuju ke suatu tempat mengkhawatirkan hal apa yang akan kamu temui disana dan tanpa sadar kamu sudah mencapai tempat tujuanmu? Apakah kamu pernah mandi di pagi hari dalam keadaan mengantuk merutuki pagi dan tiba-tiba saja sudah menyelesaikan mandimu? Apakah kamu pernah mengerjakan begitu banyak tugas, merasa kesal lalu tanpa sadar pagi sudah berganti menjadi malam?
Kamu bisa saja melewatkan banyak hal hanya karena fokus pada suara-suara dalam pikiranmu. Kamu bisa melewatkan pohon-pohon rindang yang kamu lewati di pagi hari karena suara di kepalamu terus mengkhawatirkan tugasmu yang belum selesai. Kamu juga bisa melewatkan jodohmu karena suara di kepalamu terus memutar kenangan akan mantan kekasihmu. Bila kamu merasakan hal ini maka selamat, hidupmu telah dikuasai oleh pikiranmu sendiri. Kamu tidak hidup diwaktu sekarang, kamu hidup dalam dimensi pikiranmu sendiri.
Coba bayangkan bila dalam satu jam kamu harus membersihkan rumah, menyelesaikan tugas kuliah, sekaligus bekerja sebagai kurir pesan antar sekaligus. Dalam satu jam itu apa yang akan kamu rasakan? Lelah? Stres? Kesal? Apakah rasanya nyaman melakukan tiga tugas yang berbeda sekaligus? Tidak ada manusia yang nyaman melakukan hal-hal semacam itu. Bahkan bila tugas mereka semua terselesaikan, kualitas hasilnya mungkin tidak akan mencapai maksimal.
Tetapi apakah kamu sadar, bahwa selama hidupmu kamu menjalani kehidupan seperti itu dalam pikiranmu. Judul tulisan ini, "Living in a day of future-past tidak ditulis tanpa alasan. Setiap hari saat kamu bangun ada rasa cemas tersirat tentang apa yang akan kamu hadapi nanti. Belum selesai kamu memikirkan ketakutan dan kecemasanmu tentang hal yang belum terjadi kamu sudah berpikir tentang hal yang kemarin belum kamu selesaikan. Ya, kamu menyesali hal-hal dan waktu-waktu yang telah terbuang dihari yang telah berlalu. Pikiranmu ini terus berputar seperti kaset rusak dalam kepalamu. Sekarang pertanyaannya, jika kamu selalu memikirkan masa depan dan masa lalumu, kapan kamu memikirkan dirimu dimasa sekarang?
Kamu telah berbuat jahat kepada tubuhmu, kamu tidak memperhatikan apa yang dia perlukan dimasa sekarang. Pikiranmu sibuk membuat rencana supaya kamu terhindar dari malapetaka dimasa depan. Pikiranmu sibuk menyesali perbuatanmu yang buruk dimasa yang telah lalu. Akibatnya dirimu terhenti hanya pada berbuat sesuatu untuk mencegah dan meratapi. Kamu tidak menikmati apa yang sedang kamu makan, tidak juga menikmati percakapanmu dengan orang di depanmu. Lelah, sangat melelahkan. Lalu tiba-tiba pagimu sudah berubah menjadi malam. Kamu pun pergi tidur hanya untuk bangun di pagi hari mengulang pola yang sama untuk menyiksa dirimu dalam ketakutan.
Bukankah hidup seperti itu sangat mengerikan? Kamu tidak menikmati setiap tetes air yang menyapu tubuhmu saat mandi. Kamu tidak sempat menikmati tegukan air putih dingin di kerongkonganmu, bahkan kamu tidak sempat menikmati bagaimana menyenangkannya dan bersyukurnya saat ini kamu masih bisa bernafas. Karena apa? Karena pikiranmu hidup di dunia masa depan dan masa lalu.
Oh, tulisan ini tidak menyuruhmu untuk melawan pikiranmu. Suara dalam pikiranmu adalah suatu hal yang wajar muncul dalam kepalamu. Melawannya juga hanya akan membuat dirimu lelah. Hal ini ibaratnya seperti berusaha menghentikan ombak yang muncul di laut. Tulisan ini hanya mengajakmu untuk mencoba berteman dengan suara dalam pikiranmu, bahwa mereka tidak harus selalu dipercayai. Mungkin terkadang kamu hanya butuh untuk melakukannya saja tanpa harus merasa takut akan kegagalan. Mungkin terkadang kamu harus terdiam sejenak menghirup nafas dan mensyukuri tiap oksigen yang memenuhi paru-parumu. Betapa nikmatnya menikmati hidup saat ini. Mensyukuri hal-hal yang telah kamu lalui. Berterimakasih kepada seluruh organ di tubuhmu, betapa mereka sangat kuat menahan tekanan yang kamu berikan kepadanya.
Nikmatilah seluruh pengalaman dalam hidupmu tanpa terus menghakimi dan menilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H