Mohon tunggu...
Errina Nandasari S.IP MPA
Errina Nandasari S.IP MPA Mohon Tunggu... -

My friends say that i am a talkactive and noisy girl.hence, they say that i am a very confident person.my friends do not like me b'coz i am lazy to clean my room,i always mess it up.however, i still have good personality.people say that i am a kind and friendly girl.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjadi Hal Biasa Karena Terbiasa

20 Juni 2012   18:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:43 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah begitu banyak peristiwa-peristiwa di Indonesia yang selalu terulang setiap tahunnya namun tidak akan pernah diketahui kapan akan diselesaikan oleh pemerintah. Seolah - olah menajadi hal yang biasa ketika peristiwa terus berulang tanpa suatu penyelesaian. Masyarakat pun mulai bosan dengan kinerja kepemerintahan yang makin tidak jelas arah dan tujuannya yang seharusnya mampu mengembangkan Indonesia (bukan mengembangkan harta pribadi), bahkan saya yang pertamanya tidak pernah peduli akan negeri ini, mulai merasa geram akan kepemerintahan sekarang yang boleh saya katakan, hanya kepemerintahan wacana.

Segala peristiwa hanya diwacanakan, membuat rencana ini dan itu, mengatur segala-galanya dalam undang-undang dan setelah disahkan malah tidak ada realisasinya hingga sekarang. Masyarakat sekarang pun jadi bingung, sebenarnya harus mengadu kemana/kepada siapa. bahkan saya mulai mempertanyakan siapa sebenarnya pemerintah Indonesia saat ini? Tidak perlu berharap pada SBY lagi, karena faktanya presiden seolah-olah menutup mata dan tidak peduli akan permasalahan-permasalahan Indonesia.

Buktinya saja, jika kinerja presiden kita benar-benar lebih baik dari periode pertama, seharusnya masalah kemiskinan tidak perlu diperdebatkan lagi oleh stasiun-stasiun televisi di negeri yang banyak mulut ini. DPR seharusnya ditiadakan saja, karena yang katanya Dewan Perwakilan Rakyat, sudah tidak mewakili rakyat lagi. Lagi? oh, kapan DPR pernah mewakili rakyat?

Demonstrasi oleh banyak mahasiswa yang fungsinya hanya untuk menyampaikan aspirasi, malah selalu berujung pada bentrokan karena belum menyampaikan aspirasi saja sudah dihajar duluan oleh kepolisian daerah, sehingga sampai sekarang demonstrasi tidak lagi dipandang sebagai tindakan yang benar. jadi, dimana hak suara masyarakat kecil? Indonesia 2011 dan seterusnya adalah tirani berkedok demokrasi.

Begitu banyak pengamat-pengamat politik mengkritik kinerja kepemerintahan, menanggapi permasalahan-permasalahan Indonesia, namun semakin kesini semuanya hanya menjadi ‘nyanyian’ belaka, karena pemerintah (yang seharusnya langsung menindak-lanjuti) hanya mengurus warganya yang berduit (contoh: Gayus, Century, dkk).

Salah satu kebobrokan kepemerintahan Indonesia sekarang yaitu Pancasila dan UUD ’45 yang ingin dirubah oleh DPR RI, padahal semua itu sudah merupakan landasan dasar kemerdekaan dan hukum Indonesia. Bahkan, Bona Paputungan, seorang mantan narapidana pun membuat nyanyian untuk Gayus, akibat terlalu lemahnya para penegak hukum dalam memberantas mafia pajak yang sudah lama terjadi. Kasus TKI yang bukan merupakan kasus baru pun tidak pernah berujung pada solusi. bahkan status DIY pun mulai sekarang dipertanyakan. oh saya baru ingat berapa umur bapak SBY, karena beliau hanya ‘anak baru kemarin’ yang tidak mengerti akan sejarah tentang DIY dan bagaimana berdirinya Indonesia yang (katanya) tercinta ini.

Jadi sekarang masyarakat tidak perlu mengadu kemana-mana, karena Indonesia semakin memusingkan masyarakatnya yang semakin kesini semakin jauh dari tujuan utama bangsa. Pembukaan UUD ’45 hanya dipolitisir oleh para elite politik/pemerintah oleh kepentingan golongan. Kata orang yang sudah pasrah akan jaman, yang penting makan. Sudah seharusnyalah seluruh pemerintah tertinggi di negera ini diganti, sudah saatnya Indonesia menunjukkan regenerasi bangsa yang inovatif dan tidak lemah akan uang, agar kedepannya Indonesia bisa lebih baik, paling tidak ada perubahan daripada sekarang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun