Pembeli disamping saya ini harus berteriak-teriak kepada penjual rambutan yang juga saya antri. Seketika saya mengamati penjual itu yang berusaha keras memahami maksut dari pembeli ini. Dengan isyarat jari nya, saya tahu dia ingin membeli rambutan dengan harga lima ribu. Penjual mengeluarkan suara yang tidak begitu dimengerti dan dengan diiringi isyarat tangan dan itulah saya tahu bahwa dia tuli. Saya mencoba memalingkan muka sebentar tak terlalu mengamati mereka berdua dan tak mengeluarkan ekspresi aneh hanya untuk menghargai penjual yang punya “kekurangan” itu. Sampai akhirnya penjual itu mengemas rambutan dan pembayaran, pembeli itu dengan tak sabar sampai teriak-teriak berusaha berkomunikasi dengan penjual tadi, padahal kita tahu sebesar apa volume kita berbicara dia tak akan mendengar, aneh memang bagaimana logika pembeli itu. Yang lebih aneh lagi bagaimana dengan kesalnya ekspresi dia dan dengan sedikit marah kepada penjual itu.
Melihat penjual rambutan itu mengingatkan saya pada film series switched at birth, film tentang anak yang tertukar sejak lahir, dan salah satu dari anah itu mempunyai kekurangan indra pendengaran. Dari film itu saya memang sedikit banyak belajar tentang bahasa isyarat. Dan dari film itu juga digambarkan bagaimana orang-orang yang tuli harus bertahan hidup dengan kekurangannya. Bahkan di negara yang mempunyai rata-rata pendidikan tinggi masih banyak diskriminasi bagi warga yang kekurangan secara fisik. Dikisahkan bagaimana Daphne Vasquez ditolak di semua restaurant setelah mengetahui bahwa dia tuli, padahal dari kemampuan memasak dia cukup ahli. Dan ada adegan saat Emmet diperlakukan kasar oleh penjual makanan karena tidak mengerti dengan apa yang ingin dia pesan. Emmet berusaha menjelaskan apa yang dia inginkan dengan bahasa isyarat dan sedikit tulisan yang dia tulis di handphonenya, karena penjual itu tidak sabaran dia dapat perlakuan kasar. Karena malu, Bay yang saat itu berada di dekat Emmet menjelaskan kepada penjual maksut pesanannya supaya cepat. Tetapi Emmet marah karena dia langsung membantunya tanpa diberi kesempatan kepada penjual itu untuk menghargai pembeli dan bersimpati kepada orang yang punya kekurangan. Dia beranggapan kebanyakan orang mengira orang tuli juga orang yang bodoh karena itu kita harus memberi pelajaran kepada orang untuk menghargai kekurangan orang lain tanpa menuduh sepihak.
Kembali ke penjual rambutan yang tuli itu sebenarnya saya simpatik kepadanya juga kasihan selepas perlakuan pembeli sebelum saya. Bagaimana dia diperlakukan seperti orang bodoh hanya karena dia tuli. Padahal dia tidak bodoh, karena pembeli sebelumnya saya ini tidak sabaran akhirnya penjual lain (yang juga 1 toko) harus membantunya dengan bahasa isyarat yang mereka mengerti. Kalau pembeli itu harus sabar dan bersimpati atas kekurangan orang seharusnya dia lebih menghargai dan tidak memperlakukan dia seperti orang bodoh. Setelah saya beli beberapa kg dari mereka saya mengucapkan terima kasih tapi dengan bahasa isyarat karena hanya itu dari beberapa bahasa isyarat yang saya bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H