Mohon tunggu...
Erri Kartika
Erri Kartika Mohon Tunggu... wiraswasta -

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anak Muda Menggugat

28 November 2012   05:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:34 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oh iaa tulisan ini dibuat sebelum 17 agustus lalu, dan ternyata belum teraplot disini. Saya kira karena pas itu kompasiana lagi error. Lebih baik terlambat kan daripada enggak sama sekali :)

=============================================================================

17 Agustus tinggal beberapa hari lagi. Yang pasti sudah mulai banyak riak-riak yang mulai menyemarakkan perayaan kemerdekaan. Memang tidak akan semeriah tahun-tahun sebelumnya karena tahun ini hampir berbarengan dengan acara mudik lebaran. Memang di tepi jalan sudah banyak yang menjual pernik-pernik agustusan seperti Bendera dan asesoris, tapi pasar grosir juga sudah mulai rame karena masyarakat sudah berburu untuk perayaan lebaran.

Tulisan-tulisan mulai bermunculan tentang perayaan agustusan ini. Mulai dari kisah para veteran, nasionalisme terutama mempertanyakan kembali kemerdekaan dan jiwa nasionalisme. Dan tentu saja jika mempertanyakan jiwa nasionalisme mereka akan mempertanyakan anak muda yang katanya sebagai penerus bangsa. Anak muda dinilai apatis, anti social dan kurang peduli dengan lingkungan. Anak muda dimana nasionalisme? PeeR besar bagi bangsa Indonesia.

Suatu sore selesai kuliah, saya pernah berbincang santai dengan Dosen pembimbing saya, Pak Karsam di lantai 6 kampus. Saya anggap beliau bukan hanya guru yang memberikan ilmu di depan kelas tapi juga pendidik yang mengajari kami hal-hal lain di luar keilmuan. Pernah suatu saat beliau merasa resah dengan sikap beberapa mahasiswanya yang jika berpapasan tidak menyapa dengan ramah. Dan menurut beliau tentu saya itu adalah salah dia (Pak Karsam) karena dia tidak pernah mengajari bagaimana menyapa dengan sopan. Dan cara untuk membentuk prilaku itu adalah dengan memberi contoh yang baik kepada mahasiswa itu. Bagi beliau, mungkin sebenarnya dia tidak tahu caranya berlaku sopan karena orang yang lebih tua tidak pernah mengajari caranya. Karena itu sudah menjadi tugas dia untuk mulai memberi contoh dengan mulai menyapa dengan ramah duluan.

Lain Dosen saya lain juga dengan guru sejarah saya saat SMA. Pernah suatu saat dia marah-marah di kelas dan menuduh teman saya berbuat tidak sopan kepadanya karena saat bertemu di jalan teman saya ini tidak menyapanya. Kemungkinan lain bisa saja teman saya ini tidak melihat beliau sehingga tidak menyapanya, tapi saya hanya kecewa saja dengan sikap guru sejarah saya itu langsung membully teman saya di depan teman-teman saya yang lain. Jika merumus pada perkataan Dosen saya diatas, mestinya bisa saja Guru sejarah saya ini yang menyapa duluan, tidak harus merasa angkuh harus dihormati.

Kembali ke rasa nasionalisme. Saya bisa pastikan anak muda jaman saya sekarang adalah anak muda yang jauh lebih berwawasan luas. Kemudahan informasi teknologi membuat segala informasi mudah sekali kami dapat. Lewat blog, twitter, berita online. Kami dengan mudah mendapatkan apa saja informasi yang kami butuhkan dengan sekali klik. Sehingga itu kami lebih kritis, kami tidak mudah dibohongi apalagi dengan iming-iming dan janji-janji yang sudah pasti dapat dibuktikan hanya manis dimulut saja. Sebut saja kami apatis. Ya, kami anak muda apatis terhadap perpolitikan negeri ini.

Saat orang-orang tua diatas sana dengan mudah menilai anak muda sudah kehilangan jiwa nasionalisme, lalu kalian kemana saja selama ini? Bapak-bapak tua yang duduk empuk di kursi jabatan tak pernah memberikan kami apa itu arti nasionalisme. Kami menggugatmu! Juga orang-orang tua yang mempertanyakan kepada kami jiwa patriotism, memang anda sudah melakukan apa untuk bangsa ini? Setahu kami, kepengurusan kalian membawa bangsa ini tidak berada di jalur yang membawa perubahan yang positif.

Beri kami contoh, sapa kami, ajari kami kalau nasionalisme itu ada gunanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun