Profesi guru konon bukanlah profesi yang banyak diminati. Gaji yang minim, jenjang karier yang tidak jelas, lingkungan kerja yang bikin stres, menyebabkan profesi ini hanya menjadi pilihan kedua bagi kebanyakan orang. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia konon salah satu sebabnya dipengaruhi oleh mutu guru. Hal ini disebabkan banyak guru yang tidak kompeten di bidangnya.
Guru, mendengar kata itu yang terbesik dalam benak kita tentu seorang pengajar atau pendidik. Menjadi seorang guru tidak mudah, beberapa orang mengatakan menjadi guru itu mudah, hanya mengajarkan materi yang akan diajarkan tetapi fakta mengatakan menjadi seorang guru adalah suatu profesi yang tidak mudah, apalagi menjadi seorang guru SD. Tidak terasa saya sudah 2 tahun mengabdi di salah satu Sekolah Dasar di Kota Sorong, saya mengabdi sebagai staf TU dan Guru Bahasa Inggris. Menjadi seorang Guru Bahasa Inggris di SD tidak semudah yang saya bayangkan. Selain bersabar menghadapi murid-murid, kita juga harus tegas dan terlihat agak sedikit galak dalam menghadapi murid-murid SD, karena jika kita terlihat biasa-biasa saja murid-murid tidak akan menghargai kita sebagai guru, apalagi murid-murid yang kita hadapi sebagian besar adalah anak-anak Papua. Mereka sudah terbentuk dengan watak keras yang di terapkan dari orang tua mereka.
Menjadi seorang guru adalah sebuah profesi yang mulia. Guru juga merupakan salah satu peran dalam proses pembangunan generasi muda bangsa Indonesia. Bangsa ini dapat merdeka juga karena peran seorang guru. Tetapi guru Indonesia pada saat ini kurang berkualitas terutama di Sorong Papua, kebanyakan guru di Sorong pada saat ini, jika mereka mengajar hanya membawa puku paket yang akan mereka ajarkan. Mereka hanya berpedoman pada materi yang terdapat dalam buku paket tersebut tanpa mencoba metode pembelajaran baru atau menggunakan alat peraga. Tidak hanya itu, beberapa guru di Papua tidak dapat mengoperasikan komputer atau laptop. Jika ada pelatihan untuk guru-guru, mereka diharuskan membawa laptop tetapi guru yang tidak dapat mengunakan laptop. Mereka akan mengajak staf TU atau teman yang dapat mengoperasikan laptop untuk mengikuti pelatihan tersebut. Sungguh sangat memprihatinkan kondisi guru di Papua dalam segi IT dan metode pembelajaran. Padahal dalam segi ekonomi guru-guru di Sorong cukup baik, karena mereka mendapat gaji, tunjangan, uang lauk-pauk serta sertifikasi dan lain-lain. Walaupun itu semua telah didapatkan oleh guru-guru Papua tetapi mereka tetap tidak merubah gaya mengajar yang monoton.
Selain mengajar seorang guru juga harus bisa berperan sebagai teman bagi peserta didik, ada sebuah buku mengatakan bahwa guru sering dicitrakan memiliki peran ganda yang dikenal sebagai EMASLIMDEF (educator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, dinamisator, evaluator dan facilitator). EMASLIM lebih merupakan peran kepala sekolah. Akan tetapi, dalam skala mikro di kelas, peran itu juga harus dimiliki oleh para guru.
Oleh karena itu, saya tidak mau menjadi seorang guru yang monoton, yang hanya mempunyai satu metode mengajar. Jika kelak saya menjadi seorang guru, saya ingin menjadi guru yang luar biasa untuk generasi tunas bangsa yangberada di timur Indonesia (Papua).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H