Mohon tunggu...
Er Pnambang
Er Pnambang Mohon Tunggu... -

"Sebab hidup tak semudah ketika anda bercerita, menulis atau berkomentar, mengecil diri kadang bisa mengisar setapak...". Tapi, kok serius sekali saya kayaknya ya? Di Kompasiana saya cuma pengen satu hal; ketawa; entah menertawakan atau ditertawakan...hahahahahahahahhhahahahahahahhhahahah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Syekh Abdul Qodir Jaelani dan Hobi Lama Saya

28 Agustus 2010   19:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:38 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Its amazing how people like judging. Judgement is being passed everywhere all the time...I can't help but dream, about a kind of criticism that would try not to judge (Foucault. 1988; 326)

Seperti kata Foucault, saya seperti manusia yang dikisahkannya; suka men-judge, menghakimi atau sederhananya berprasangka. Soal prasangka ini, saya mungkin bukan “suka’ lagi, tapi sudah hobi.

Dan saya tidak sedang ingin mengatakan saya hobi berprasangka yang baik atau sebaliknya, hobi berprasangka buruk. Masalahnya, bahkan soal baik dan buruk saja saya suka menyangka-nyangka , gimana saya tau bagaimana “berprasangka baik” atau “berprasangka buruk”?

Saya jadi ingat cerita seseorang yang hendak belajar sufi kepada Syekh Abdul Qodir Jaelani. Konon, dia meninggalkan Syekh Abdul Qodir seketika ketika ia melihat Syekh Abdul Qodir kaya raya. “Sufi kok kaya? Apalagi memelihara hingga berpuluh-puluh ekor kuda …” itu konon protesnya.

Singkat cerita, seseorang itu akhirnya sakit dan harus diobati dengan hati berpuluh-puluh kuda, sebanyak yang dimiliki oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani. Ia tidak tertolong seandainya Syek Abdul Qodir tak punya berpuluh-puluh kuda. Syekh Abdul Qodir Jaelani cuma berkata kepada si Sakit “Asal kau tahu, kuda itu dititipkan padaku untukmu, bukan untukku…”

Dari cerita di atas, saya menyangka si Sakit itu telah berprasangka buruk terhadap Syekh Abdul Qodir maka ia terkena musibah begitu. Tapi kok kalau dipikir-pikir lagi, ia punya prasangka baik juga ternyata. Ia ber-husnuzon bahwa sufi itu mempertimbangkan dunia agak belakangan. Itu prasangka baik lho. Cuma si Sakit itu ya cuma bisa menyangka-nyangka ‘yang baik’ juga. Dan namanya prasangka tetap saja cuma prasangka. Baik ataupun buruk tetap hak Yang Mahakuasa.

Ah…tapi sudahlah, toh ketika saya menulis ini, saya telah berprasangka bahwa para pembaca tulisan ini adalah seperti saya; manusia yang hobi berprasangka dan sok tahu soal dunia. Jadi, maaf saja ya, udah lama punya hobi kayak gini… []

* Untuk kesyukuran saya dan barokahnya alat yang telah dipinjamkan Tuhan kepada saya…amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun