Mohon tunggu...
Er Pnambang
Er Pnambang Mohon Tunggu... -

"Sebab hidup tak semudah ketika anda bercerita, menulis atau berkomentar, mengecil diri kadang bisa mengisar setapak...". Tapi, kok serius sekali saya kayaknya ya? Di Kompasiana saya cuma pengen satu hal; ketawa; entah menertawakan atau ditertawakan...hahahahahahahahhhahahahahahahhhahahah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Saya Lebih Mencintai Kata-kata Ketimbang Kekasih Saya

23 September 2010   00:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:02 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ribuan kali sudah saya memikirkannya. Biasa, masalah cinta. Bukan masalah "apa itu cinta" tentu saja. Untuk yang satu itu saya nyerah, lebih baik itu saya tanyakan Tuhan –kalau betul nanti ada surga, karena toh belum ada manusia hari ini yang berkunjung ke sana yang bisa saya tanyai.

Sebagai orang yang mencinta dan memuja diri sendiri, saya mikir yang jelas-jelas aja, yang pasti-pasti dan saya sanggup; kepada apa atau siapa cinta saya?

Pernah saya ingin mencintai sepeda. Siapa tahu bisa jadi orang yang, dengan mencinta sepeda, ia mencintai dunia. Karena konon kabarnya bumi sedang dirundung malang karena penghijauan kurang jalan. Namun, seperti yang pernah saya tulis, tak tahunya cinta saya cuma mengarah pada sadel, dan lucunya berakhir pada pantat saya....

Tidak adakah hal lain yang layak saya cintai setulus hati selain saya sendiri?

Bagaimana dengan kekasih saya? Apakah ia jadi sesuatu yang lain selain diri saya sendiri? Jawab saya: Ya tentu saja! Masak kekasih saya seperti halnya sadel sepeda?

Ah tapi apakah itu bukan masalah permainan kata-kata saya? Permainan kata yang segera saya hentikan biar kekasih saya tak sama dengan sadel sepeda? Permainan kata yang berhenti pada keikhlasan membela dan mencintai kata ”aku mencintaimu” yang saya ucapkan waktu itu.

Ah, akhirnya saya tahu...

Kekasih saya bukanlah tempat cinta saya menuju. Saya hanya mencintai kata ”aku mencintaimu” yang pernah terucap waktu itu. Jadi, ya...jujur, paling banter saya hanya bisa mencintai dan memuja kata-kata. Mungkin karena kata adalah jalan mencintai diri sendiri karena dengannya saya dilukis punya jiwa atau emosi. Dengan kata, saya berpesta pora –atau malah berdebat, untuk jadi ’paling benar’ sendiri –karena cinta saya pada diri sendiri.

Atau barangkali saja, karena kata-kata adalah sebuah permainan. Terserah saya; mau kapan berhenti dan mau kapan diteruskan lagi. Yang pasti, dengan kata, saya bisa berucap mesra: kekasihku, percayalah aku lebih mencintaimu ketimbang kata atau sadel sepeda...

*) Bingung dengan isu Jaksa Agung...ndak ikut-ikut ah, mending ngelantur sendiri kayak gini...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun