Mohon tunggu...
Er Pnambang
Er Pnambang Mohon Tunggu... -

"Sebab hidup tak semudah ketika anda bercerita, menulis atau berkomentar, mengecil diri kadang bisa mengisar setapak...". Tapi, kok serius sekali saya kayaknya ya? Di Kompasiana saya cuma pengen satu hal; ketawa; entah menertawakan atau ditertawakan...hahahahahahahahhhahahahahahahhhahahah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Arti Cinta dari Kawan Homoseksual

5 September 2010   17:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:25 2217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya tidak ingin bercerita soal orientasi seksual seseorang. Saya berlepas diri dari masalah itu. Saya hanya teringat pada sebuah cerita dan berniat membaginya disini…

Kala itu, saya masih suka iseng di dunia maya. Saya sempat berkenalan dengan gadis lewat sebuah jaringan sosial media. Dari wajah yang terpampang di layar komputer, saya harus akui dia cantik. Tambah lagi sangat eksotis. Saat itu, dia sempat memberikan link mengenai peragaan busana yang ia lakoni. Dia seorang model juga rupanya. Kalau tak salah, dia mengaku berumur dua puluh satu.

Setelah beberapa lama bicara, dia mengaku dari Thailand. Dari gosip sesama teman, saya sudah lama tahu tentang peringatan itu; hati-hati dengan pesona “kecantikan Thailand”; aura sih boleh wanita tapi dalemannya sih tetaplah pria. Dan benar saja, dia mengatakan kemudian : I am Shemale! "Wah alhamdulillah...kecut!" batin saya.

Bukannya mundur, saya malah tambah iseng bertanya. Kepingin tahu kan boleh-boleh saja. Dia mengaku dia menjadi shemale sejak berumur 16 tahun. Saya tak bertanya motifnya, lagipula saya tak tertarik soal motif. Di Thailand mungkin hal yang seperti itu sudah biasa. Toh dia bilang, banyak yang seperti dia disana, meski banyak juga yang tidak sama dengannya.

Teman baru saya itu, ternyata banyak nyerocos juga, meski dengan bahasa inggris yang sulit saya cerna –ndak jauh-jauhlah kayak saya. Mulailah dia bercerita soal pacarnya. Dia mengaku pacarnya di Singapura. Pacarnya, laki-laki juga tentunya. Dia takut pacarnya akan meninggalkannya. Saya tanya “kenapa kamu berpikir begitu?”. Dia mengaku karena pacarnya pun masih tertarik pada wanita (orang menyebutnya biseksual). Dia takut pacarnya akan tertarik dengan wanita tatkala di Singapura. Dia pun, akunya, masih setia untuk berkata tidak pada laki-laki yang menyukainya. Saya tak bisa apa-apa, kecuali bilang; ya sudah tunggu saja pacarmu datang dari Singapura.

Dia bilang kemudian; “Sebenarnya bukan itu saja. Kalaupun kami sudah berdua, saya takut kami tidak menemukan cinta sebenarnya, the truly love?”. Lho ada tho truly love? Saat itu, saya memang agak skeptis terhadap cinta sejati. Bukankah di sekeliling saya banyak wanita yang berkata semua lelaki pembohong, atau banyak lelaki yang berkata sebaliknya? Terlalu banyak fakta lainnya yang berujung pada satu kesimpulan; palsunya cinta!.

“What? What is your ‘truly love’?” tanya saya.Dia menjawab; “Aku dan pacarku menikah. Dan yang terpenting; kami bersama anak-anak yang lahir dari rahimku…”. Deg! Saya pun terkesima. Buat saya, teman saya ini mempunyai sesuatu yang jelas untuk menunjuk apa itu true love dengan sederhana. Atau ini karena bodohnya saya; seorang heteroseksual yang tidak pernah melihat anak sebagai tema ‘cinta’? Atau bodoh karena saya terlampau kompleks mengartikan hidup sehingga sukar menemukan apa arti cinta seperti dia? Ah yang jelas, saya memilih untuk tidak menjadi shemale. Itu saja…[].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun