Mohon tunggu...
Er Pnambang
Er Pnambang Mohon Tunggu... -

"Sebab hidup tak semudah ketika anda bercerita, menulis atau berkomentar, mengecil diri kadang bisa mengisar setapak...". Tapi, kok serius sekali saya kayaknya ya? Di Kompasiana saya cuma pengen satu hal; ketawa; entah menertawakan atau ditertawakan...hahahahahahahahhhahahahahahahhhahahah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mengenang Rindu

24 Januari 2011   03:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tuesday, 18th of January 2005 01.30 WIB

Dan hanya Tuhan yang Mahamenyatukan…
Dan hanya Tuhan yang Mahamemastikan…
Bukan hari, bukan waktu, bukan mereka yang harusnya mengerti diri sendiri; apakah ia pecinta sejati? Apakah ia punya arti?

Demikian satu bagian yang menuntut arti hingga malam ini. Demikian satu bagian yang tak menikmati arti hingga malam ini. Demikian satu bagian yang menikmati arti dengan menemui bagian lainnya dalam mimpi hingga malam ini…

Ia akan terus saja lantang berteriak pada malam “inilah kekasihku”. Ia akan terus saja berkata pada senja “inilah cintaku”. Ia akan berteriak pada siang; “inilah rinduku”. Takkan pernah dan sekali-kali takkan pernah, mudah baginya untuk jujur–meski lirih saja,“ini hanya mimpi semata”.
Satu bagian telah menyetubuhi mimpi hingga malam ini. Satu bagian telah mencumbui mimpi hingga malam ini. Satu bagian telah bermimpi hingga malam ini…

Mungkin benar, mungkin juga tidak. Benar dan salah mungkin hanya anak gelisah. Gelisah satu bagian yang belum merasakan rindu tergenapkan…sebab ruang dan waktu terlampau perkasa dijinakkan, terlalu kuat ditaklukkan! Bagi hati, bagi cerita ini…

Malam ini, jika saja kau berada di dekatnya; kau akan menjadi saksi nihil tatapnya juga sgala bisu yang tak mampu lagi berkata. Semua hanya menyimpan sendu-kelu atas rasa yang tak bisa dilebur dengan suara atau diganti dengan semesta nyanyi bumi…Di telinganya yang tak lagi mendengar apa-apa kecuali nama bagian lainnya, semua itu hanya sayatan yang terlampau perih…bersisa pedih.

Malam ini, jika saja kau berada di dekatnya, kau akan menjadi saksi kehampaan; kehampaan malam, kehampaan pagi, kehampaan siang, dan semua hampa yang sangat hampa…

Malam ini, jika saja kau berada di dekatnya, kau akan menjadi saksi kesunyian yang teramat ini…kau menjadi penyaksi mula matinya hari-hari seorang yang mencoba bertahan sendiri…

Sayangnya,
Malam ini, kau mungkin tak jadi penyaksi. Maka kau takkan merasakan apapun kecuali sebuah arti yang kau tarik sendiri dari kata-kata ini, dari cerita ini. Kau takkan merasakan apapun kecuali apa-apa yang telah kau hakimi sendiri. Kau bahkan takkan merasakan apapun kecuali kata yang terlampau dingin dan bisu memperlakukan rasa yang rasa itu…Hingga rasa menjadi sangat biasa akhirnya…
Tak ada kata yang mengandung hebatnya rasa itu, meski itu setitik!. Bahkan kata rindu yang memabukkan hati pecinta di dunia. Kata rindu sekali lagi hanya bisu!!! tak bicara ia sedikitpun tentang rasa itu. Tak perlu apa-apa untuk mengetahuinya; bukan air mata, bukan bertambahnya usia, bukan apa-apa….Rasa yang cukup ditulis sebagai rasa saja karena demikianlah seharusnya. Rasa yang menciptakan damai bila ia setia menjalani sejarahnya. Rasa yang tak menjadi apa-apa kecuali celaka, saat kepercayaan mati dibunuh bengis hari nan sepi!! Rasa yang menjadi sungguh celaka saat ia hanya dianggap permainan belaka…
*) jiahahahaha...waduh saya ternyata pernah nulis yang beginian ya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun