1,5 Tahun Tanpa Nasi dan Gluten, Cuma Modal Nekat. Tapi bukan sembarang nekat ya, melainkan punya satu motivasi yang akan membuat anda jadi nekat. Yaitu Sehat dan produktif di usia senja.
Ini menarik, karena eksperimen saya 1,5 tahun tanpa nasi, gula dan gluten atau tepung ini merupakan hal yang tak akan pernah saya lupakan. Pasalnya kejadian itu mengubah seluruh mindset, persepsi bahkan kondisi kesehatan saya secara menyeluruh.
Jadi, kalau ada yang bilang 'skip gula sulit' atau 'skip tepung susah' atau 'ngapain nyiksa diri ngga makan nasi', please itu adalah orang-orang hopeless yang tidak menghargai kesehatan mereka sendiri. Ekstrem ya kalimat saya, tapi itu bukan tanpa alasan.
Karena faktanya, mereka yang bilang begitu adalah manusia yang sanggup membayar mahal ketika masuk rumah sakit, atau bahkan rela jual hartanya demi kesembuhan. Tapi untuk sekedar berjuang tanpa modal besar untuk investasi sehat masa depan, mereka justru bilang itu susah.
Aneh bin ajaib memang. Namun agar kalimat saya tadi menjadi sesuatu yang disampaikan dengan bukti, maka saya ceritakan saja perjalanan berharga saja, 1,5 tahun tanpa nasi putih, tanpa gula, tanpa tepung dan tanpa goreng-goreng.
Berawal Dari Ceramah Dokter Zaidul Akbar
Entah bagaimana sering sekali muncul di beranda saya sosok dokter yang katanya Indonesia punya semua bahan bakar yang dibutuhkan tubuh kita ini. Rimpang, kalimat ini sering sekali saya dengar entah dari teman-teman di kantor maupun dari berbagai medsos saya.
Penasaran, saya coba simak salah satu ceramahnya tentang menyembuhkan diri sendiri dengan memberi nutrisi sesuai bahan bakar tubuh manusia. Satu ceramah, dua ceramah dan akhirnya beberapa ceramah berbeda.
Dasarnya saya adalah manusia yang tidak segampang itu menelan informasi, meskipun saya tahu 50% dari diri saya mengatakan itu benar. Namun harus ada eksperimen pribadi yang saya lakukan sendiri, agar saya yakin dan percaya.
Akhirnya, dengan modal nekat untuk membuktikan sesuatu yang membuat saya penasaran ini saya pun mulai pasang niat dan motivasi. Sehat itu mahal, saya mau ketika sudah punya cucu nanti saya tetap bisa beraktivitas dengan sehat, bisa shalat tanpa rasa nyeri tulang, bisa traveling ke negara-negara yang saya impikan.Â
Seperti kata Dokter Zaidul Akbar, 'minimal kalo sakit, ya cuma demam lah atau yang ringan-ringan, Minimal kalo sakit kita tidak terlalu merepotkan anak dan keluarga kita'. Begitulah kira-kira yang saya ingat.