Ada apa lagi ini ... hebohnya berita tentang Ferdi Sambo, belumlah berakhir. Masih banyak  yang harus diungkap dan diselesaikan, belum lagi kasus-kasus yang lainnya. Kini muncul lagi berita yang sangat tidak layak untuk kita simak. Berita penembakan kucing yang dilakukan oleh seorang Brigjen TNI seolah membuka mata kita bahwa seragam dan jabatan bukanlah jaminan seseorang memiliki rasa empati dan kebijakan seseorang. Namun semua terpulang dari hati nurani kita masing-masing.
Saya sebetulnya satu di antara sekian orang yang tidak begitu suka dengan kucing, bahkan hampir seluruh keluarga saya takut. Entah yang jelas memang antara takut, geli dan lain-lain. Namun rasa takut saya tidak pernah membuat benci yang berlebihan kepada binatang tersebut. Saya bahkan mencoba untuk berdamai dengan keadaan ini. Caranya adalah saya selalu melihat tontonan/ video tentang kucing yang lucu-lucu dan menggemaskan. Banyak sekali video yang berisi konten tentang kucing di media sosial. Mulai dari kehidupan sehari-hari, tingkah lucunya, kenakalannya, hingga kegiatan para cat lover itu sendiri. Jujur,  Ini sedikit membantu, sehingga saya tidak terlalu ketakutan berlebihan apabila bertemu dengan kucing. Bahkan sedikit-sedikit mulai mau berkomunikasi secara verbal  dengan kucing yang mencoba mendekati.
Namun apa yang diperbuat oleh NA, seorang Brigjen TNI membuat saya tidak habis pikir. Sebanyak 6 kucing ditembak . 5 kucing mati, dan ternyata satu di antaranya mengalami kebutaan karena bagian mata hancur, dan tiga lainnya dalam kondisi hamil. Ini artinya bahwa NA benar-benar tidak pandang bulu di dalam membunuh kucing-kucing tersebut.
Sebetulnya pelaku penembakan terhadap kucing tidak hanya dilakukan oleh Brigjen NA, sebelumnya sempat viral juga terjadi di Cirebon dan Pulo Gadung. Mengapa mereka bisa sekejam itu, padahal hewan juga berhak hidup. Semua mahluk pada dasarnya sama, ingin hidup tenang, dan tidak ada yang mengusik. Kalaupun mereka secara tidak sengaja telah mengganggu hidup kita, itu bukan artinya mereka harus dilenyapkan. Apalagi hanya dengan alasan bahwa kucing-kucing tersebut mengganggu keamanan dan kebersihan di lingkungan Sesko. Hewan datang karena kita juga. Ketika lingkungan kita bersih dan terjaga, maka dapat dipastikan akan jarang hewan yang berkeliaran.
Tentu apa yang telah diperbuat oleh NA menyisakan tanda tanya yang begitu besar. Ada apa gerangan hingga dia tega membunuh kucing-kucing yang tidak bersalah. Dan apa yang membuat banyak orang terheran-heran adalah alasan pelaku membunuh kucing-kucing tersebut yaitu untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan di lingkungan Sesko TNI. NA menembaki dengan senapan angin. Â
Banyak orang merasa bahwa apa yang telah diperbuat NA telah mencoreng nama baik Sesko TNI, karena sekelas Brigjen, tidak mampu membuat keputusan dengan bijak. Padahal masalahnya hanya untuk menjaga kebersihan dan keamanan. Banyak sekali cara atau jalan lain yang dapat kita lakukan, dan bukan dengan menghilangkan nyawa mahkluk lain.
Tentu dengan kejadian ini pelaku akan dijerat degan Pasal 66 UU Nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan Kesehatan hewan yang sekarang menjadi UU Nomor 41 Tahun 2014. Pasal 66, kemudian akan terkena Pasal 66A, dan juga Pasal 91B.
Untuk mengatasi hal serupa, ada baiknya aparat dites psikologi secara berkala karena bisa jadi pelaku memiliki kelainan secara psikologis. Sudah banyak bukti bagi yang suka menyiksa hewan bisa menjadi indikasi seorang psikopat. Tentu kita harus melihat lagi latar belakang NA, kalau misalnya dia melakukan pemunuhan kucing itu bukan karena alasan yang sudah diutarakan, biasa jadi NA seorang psikopat karena sifat psikopat berhubungan dengan seberapa sering dirinya menyakiti hewan dengan sengaja (menurut Dr. Philip Kavanagh). Â Perlu diingat bahwa orang yang suka memperlakukan dan menyiksa hewan dengan sengaja cenderung akan menyakiti manusia tanpa rasa simpati.
Berdasarkan penelitian pula, penyiksaan pada hewan merupakan pertanda bahwa orang tersebut terkena Antisocial Personality Disorder, di mana penderitanya cenderung apatis terhadap norma yang berlaku. Perlu diingat bahwa kepribadian manusia terbentuk secara kompleks. Seseorang memiliki gangguan terjadi karena banyak faktor dan latar belakang yang berbeda. Ini menjadi PR besar bagi para petinggi, sehingga kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan dan kehewanan dapat lebih terawasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H