“Bakso tulang lunak di ujung sana ...masih ada. Masih ditunggui Mang Karta.”
Kali ini aku yang menggandengnya. Acil menurut. Menggendong tas ke punggungnya yang kukuh. Tepat saat belum melangkah, luruh daun kering dari atas. Pluk. Hinggap di rambutnya yang agak gondrong dan tak dirasakan. Ya, selembar daun yang membuatnya seperti lelaki tangguh.
“Biar saja,” kataku dalam hati.
Tuiiiiit ...! Suara kereta, entah dari mana. Apa peduliku kalau aku sudah bertemu dengan Acil?
***
Cianjur-PdG 25/2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H