Acil memintaku menunggu. Ia rupanya melambari permukaan bangku semen dari basah hujan tadi. Baru ia memintaku duduk.
“Kita tutup soal musuh mantan ....atau apa pun. Yang ada, kini ...Erni dan Acil.”
Angin bertiup pada ujung hujan tadi. Mendesir menabrak dadaku.
“Mantan terindahkah ini?”
Kudengar jentikan jari panjang dan kuat dengan ibujarinya. Ceklek!
“Itu dia. Tak percuma kau suka dengan lirik-lirik lagu dari bahasa yang terpilih ....”
Aku tersenyum.
Klik!
Aku membuka mata. Dan ia asyik klik-klik berikutnya. Memotretiku yang lama menutup mata.
“Aku lapar ....”
Ganti aku yang menjentikkan jari-jemariku.