Mohon tunggu...
Ernik Budi Rahayu
Ernik Budi Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar di Universitas Jember

Mahasiswa yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Men Cry Too, Salahkah Laki-Laki Menangis?

2 September 2021   11:50 Diperbarui: 2 September 2021   12:05 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini akan diawali dengan kalimat yang seolah menjadi budaya bagi seluruh masyarakat Indonesia mengenai Laki-Laki yang menangis bukan laki-laki atau juga dianggap tidak macho jika laki-laki kemudian menangis. Pada dasarnya ungkapan ini bukanlah sesuatu hal yang baru di Indonesia karena sejak kecilpun banyak orang tua yang mengajarkan pada anak laki-laki untuk tidak menangis, hal itu ditanamkan dan dicamkan bagi anak laki-laki bahwa ketika mereka menangis maka mereka bukanlah laki-laki yang macho.


Berkaitan dengan ungkapan Macho. Macho sendiri adalah kata yang masuk ke dalam bahasa inggris yaitu bahasa Jermanik yang pertama kali dituturkan di Inggris pada Abad Pertengahan Awal dan saat ini merupakan bahasa yang paling umum digunakan di seluruh dunia yang artinya adalah jantan. Namun pada akhirnya konsep Macho menjadi salah satu hal yang tidak terlepas dari konsep maskulinitas. Macho kemudian digambarkan sebagai suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan sosok laki-laki yang memiliki kegagahan, kegarangan, tubuh yang besar, pekerja kasar, dan berkepribadian keras. Seiring dengan perkembangan jaman, ciri macho semakin berkembang tidak hanya menitikberatkan pada hal seksualitas saja tetapi juga pada perangai seorang lelaki, biasanya berkaitan erat dengan keberanian, ketangguhan dan kejantanan seorang lelaki.


Budaya macho yang berkembang dimasyarakat Indonesia ini kemudian menjadi salah satu alasan mengapa toxic masculinity semakin mengembangkan sayapnya di Indonsia. Didalam studi yang dimuat Journal Of Pschology, Toxic Masculinty diartikan sebagai kumpulan sifat maskulin dalam kontruksi sosial yang difungsikan untuk mendorong dominasi, kekerasan, homophobia, dan perendahan terhadap perempuan. Hal kemudian yang membuat Toxic masculinity memang diartikan dengan perilaku untuk cenderung melbih-lebihkan standart maskulin pada laki-laki. Jika dibiarkan toxic masculinity tentunya akan berdampak besar dan semakin melenggang di Indonesia, yang perlu kita uraikan kali ini adalah dampak dan bahayanya. Toxic masculinity akan berdampak pada laki-laki karena dengan adanya toxic masculinity maka akan menambah beban laki-laki untuk memenuhi standar maskulinitas yang telah diyakini secara berangsur-angsur bahaya ini akan semakin berkembang menyerang kesehatan mental yang tentunya potensinya besar untuk memicu stress. Dan bagi perempuan akan banyak dampak negative karena anggapan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemudian juga menjadi pemicu sering terjadinya salah satu penyebab kekerasan seksual bahkan juga dalam rumah tangga, perempuan akan berpotensi untuk banyak direndahkan karena adanya toxic masculinity.

Kembali pada topic awal Budaya macho, Toxic Masculinity yang bahkan melarang laki-laki menunjukkan emosi, kesedihannya bahkan laki-laki kemudian dilarang untuk menangis. Melarang laki-laki untuk menunjukkan kesedihan dan tangisanya adalah sesuatu yang tidak bisa dipertahankan. Karena pada dasarnya semua manusia dapat berekspresi dan dapat mengeluarkan apa yang dirasakan. Maka dari itu penulis juga ingin menyampaikan kepada laki-laki bahwa tak ada salahnya untuk menangis dan menujukkan rasa sedih. Tak lupa, penulis ingin mengingatkan kepada semua orang agar meninggalkan budaya toxic masculinity karena hanya akan menjebak laki-laki dalam standar palsu dan membawa perempuan kedalam bahaya dan berbagai dampak negatifnya lainya. Last but not least penulis juga ingin semua pembaca paham bahwa tubuh setiap orang adalah milik orang itu sendiri!!!

Men cry too..

It doesn't make him less a man...

Cause he express all he can...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun