Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan ibu. Angka Kematian Ibu adalah banyaknya kematian ibu pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup (WHO,2015).
Angka kematian ibu di Indonesia tergolong tinggi di Asia Tenggara, menempati peringkat tiga tertinggi dari 10 negara pada 2020.Menurut estimasi yang dilakukan sejumlah lembaga dunia, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 173 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Angka tersebut masih jauh dari target nomor 3 Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030 yakni mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu menjadi parameter yang sensitif terkait derajat kesehatan perempuan dan dipengaruhi oleh kualitas layanan kesehatan, infrasktrutur, dan kesehatan ibu remaja..
Pelaksanaan pengkajian kematian maternal dan perinatal telah menjadi rekomendasi global dalam upaya penurunan kematian ibu, BBL dan lahir mati. Pemerintah Indonesia telah mulai menerapkannya sejak tahun 1994 dengan diterbitkannya pedoman Audit Maternal dan Perinatal (AMP), Pedoman tersebut telah diperbaharui pada tahun 2010. Di dalam pedoman tersebut ditekankan bahwa pemantauan kejadian kematian ibu dan perinatal, pelaksanaan pengkajian kematian serta tindak-lanjut dalam mengatasi masalah yang ditemukan merupakan bagian dari akuntabilitas pemerintah kabupaten/kota. Namun, pelaksanaan AMP sangat bervariasi, bahkan ada kabupaten/kota yang belum melaksanakannya.
Sejauh ini, pengkajian kematian hanya dilaksanakan pada sebagian kecil kematian ibu dan perinatal, Kabupaten/kota dengan Jumlah kematian perinatal yang banyak belum menerapkan prosedur yang sesuai dalam pemilihan kasus yang dikaji. Selain itu, rekomendasi yang dihasilkan dari proses AMP belum diterjemahkan secara tepat dalam rencana perbaikan pelayanan kesehatan ibu dan BBL di kabupaten/kota.
Pada tahun 2016, Pemerintah Indonesia telah menginisiasi penerapan surveilans kematian ibu dengan dikeluarkannya Pedoman Surveilans Kematian Ibu. Pedoman ini berfokus pada penguatan komponen surveilans dengan mengacu pada pedoman WHO Moternal Death Surveillance and Response (2013). Penerapannya masih terbatas pada upaya pilot di dua kabupaten model (2018-2019) dan belum mencakup komponen perinatal.
Pada tahun 2016, WHO menerbitkan Making Every Boby Count: Audit and Review of Stillbirths and Neonatal Deaths. Indonesia menindak lanjutinya dengan menyempurnakan pedoman AMP edisi 2010 dengan menggunakan kedua pedoman WHO. Penyempurnaan ini menegaskan bahwa siklus AMP dimulai dengan pengiriman notifikasi kematian sebagai pilar penguatan sistem surveilans, dilanjutkan dengan pengumpulan data, pengkajian kasus untuk identifikasi penyebab kematian, penyusunan rekomendasi perbaikan, penyusunan rekomendasi agregat di tingkat kabupaten/kota, pelaksanaan analisis data agregat, dan pemantauan penerapan upaya korektif ataurespon terhadap rekomendasi yang dihasilkan.
Sementara itu gerakan global Every Newborn dicanangkan pada tahun 2014 untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada kesehatan neonatal. Indonesia menunjukkan komitmennya dengan menerbitkan Rencana Aksi Nasional Kesehatan Neonatal (2014) yang menjadi kebijakan nasional dalam meningkatkan upaya dan pelayanan kesehatan perinatal. Di dalamnya disebutkan bahwa pengkajian kematian maternal-perinatal merupakan upaya penting untuk mencegah kematian di kemudian hari oleh faktor penyebab yang dapat dihindari, di samping untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam rangka percepatan penurunan AKI dan angka kematian bayi (AKB).
Proporsi kematian maternal dan perinatal yang dilaporkan dewasa ini masih belum berhasil menggambarkan keseluruhan kematian yang terjadi, sehingga surveilans kematian perlu ditingkatkan agar mendekati jumlah yang sebenarnya. Semakin besar proporsi kematian yang dilaporkan, maka semakin besar pula ketepatan dalam mengidentifikasi faktor penyebab kematian dan faktor yang dapat dicegah. Kedua faktor tersebut menjadi dasar penentuan respon atau upaya korektif yang Tepat untuk mencegah kematian di kemudian hari.
AMP SR merupakan penggabungan dua proses, yaitu proses surveilans dan proses audit kematian, dalam satu siklus yang berkelanjutan dan sistematik sebagai berikut langkah AMP-SR