Kaulah Pemilik Hati Ini
Oleh: Erni Setiyorini
cinta masa silam. Aku dan cintaku yang tersembunyi. Aku mengagumimu dalam diam. Aku memujamu pada setiap keindahan dan kemegahan yang kau miliki. Sikap dan lakumu yang agung bagai flamboyan. Aku hanya insan biasa yang menyadari betapa aku hanyalah butiran debu dibandingkan denganmu. Di dunia hayalan engkau begitu dekat dan sangat mudah tuk kugapai. Bercengkarama dan bermanja rajutan mimpi yang terjalin berakar angan-angan.
Tembang kerinduan mengalun syahdu. Kutatap malam sunyi dalam keheningan. Kuhembuskan nafasku untuk melepaskan segala penat dan beban yang memilin sukma. Anganku mengembara pada belengguSungguh rapuh dan mudah lebur saat badai menerpa.
Aku bahagia, dengan mendengar suaramu yang dipuja kaum hawa. Riuh berlomba meraih simpati dan perhatian darimu. Aku hanya diam, memilih tak berespon terhadap dunia luar yang kejam. Aku hanya takut, engkau akan membenciku ketika mengetahui rahasia hatiku. Dari balik kacamata besarku yang bulat ini, kuperhatikan bibirmu yang tengah menyesap secangkir kopi hitam. Kau pejamkan mata seakan mencoba menyelam kedalam rasa pahit kopi yang kau nikmati senja itu. Namamu selalu memenuhi hatiku, seakan ruang rindu ini tiada celah untuk yang lain.
Dari ekor mataku, kulihat langkahmu menghampiri tempat dudukku, aku begitu cemas sampai kakiku gemetaran. Aku gugup, ketika tanganmu yang lembut menyentuh pundakku, seakan jantungku copot sampai di pangkuan. “Er…..pinjam itu ya, boleh?”. Tuhan, dia tau namaku, aku terpaku dan hanya bisa mengangguk dengan kaku. Kuulurkan pena yang dia tunjuk, mulutku seakan bisu dan menjadi gagu. Malam berlalu, aku kembali menyusuri jalan sepi menuju rumahku, selanjutnya kurebahkan tubuhku yang penat di pembaringan.
Wahai pemilik hatiku, mengapa rasa ini kian dalam dan mengapa aku tak memiliki sekelumit keberanian untuk menyampaikannya. Bahkan hanya dengan menulis namamu dalam buku harianku, atau bercerita pada sang rembulan bahwa engkaulah sang pemilik hatiku tak mampu kulakukan. Aku terlalu introvert, tak bernyali untuk mengatakan pada dunia bahwa engkau milikku dalam dunia yang terpendam.
Kau sang pemilik hati, tak sekalipun aku berani menatap matamu untuk menyelami hatimu. Aku sadar aku punya apa, jika semua orang didunia ini memiliki asa dan keberanian. Maka akulah itu yang tak memilikinya, namun aku juga tak relakan disisimu bersemayam cinta yang pasti. Lalu pada siapa kukatakan rasaku untukmu. Pada ilalang yang bergoyang aku pernah ungkapkan bahwa engkau adalah pemilik hati, berharap dia akan menyampaikan lewat bayu malam ini kepadamu. Elang, pantaskah aku memiliki rasa ini?
Aku termenung memandang bunga liar yang bergoyang diterpa angin senja. Dia meliuk mengikuti arah angin, dan berhenti seperti benda mati ketika tak ada apapun yang menggerakkannya. Cinta rahasiaku ini, terbongkar! Ketika rahasiaku ini diungkapkan seseorang dihadapanmu, aku tak berespon apapun. Hal yang paling kutakuti adalah adanya penolakan darimu, respon tak sukamu membuatku tak berdaya. Hanya dengan membayangkannya membuatku pilu. Aku berlari menembus derasnya hujan, tak kuhiraukan lagi pandangan liar orang-orang itu. Aku hanya takut padamu, aku takut engkau membenciku.
Setelah hari itu, aku berkelana, meninggalkan semua kisah senduku. Aku tak lagi mencari kabar beritamu dimanapun. Inilah sejatinya cinta, aku tak harus memilikimu untuk bahagia, mencintaimu dalam hatiku adalah anugerah.
Terimakasih cinta masa laluku, kamulah yang mewarnai lukisan kisah hidupku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H