Mohon tunggu...
Andis Ruhyat Tambunan
Andis Ruhyat Tambunan Mohon Tunggu... Lainnya - SMA AL-HIDAYAH AGRABINTA

Pembelajaran tidak hanya terjadi di antara dinding-dinding kelas, tetapi di mana saja imajinasi dapat berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tak Bisa Jadi Guru PNS: Bukan Doa yang Tak Terkabul, tapi Tuhan Kasih yang Terbaik

22 Januari 2021   10:29 Diperbarui: 23 Januari 2021   02:05 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian besar orang pasti pernah mempunyai cita-cita, terutama semasa kecil. Ada yang ingin menjadi guru, dokter, bidan, perawat, pilot, pengusaha, dll.

Ketika di Sekolah Dasar (SD) saya punya cita-cita ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, di bidang apapun itu. Saya jarang menyebutkan secara spesifik cita-cita saya apa, karena memang sedari kecil tidak pernah begitu yakin di bidang apa saya tertarik. Mengingat lingkungan saya di kampung yang 99% penduduknya petani. Profesi lain yang ada dan sering saya amati hanya profesi guru.

Setelah lulus SMP saya mendaftar ke salah satu SMK Negeri, tapi ditolak karena tidak lolos seleksi. Akhirnya saya masuk ke SMK swasta jurusan Administrasi Perkantoran (AP). Setelah lulus SMK saya masuk di salah satu Poltekes, atas saran ibu saya ngambil jurusan kebidanan, karena saya pikir bidan juga adalah profesi yang akan menjadikan saya orang yang bermafaat bagi orang lain.

Jalan satu semester kuliah, musibah terjadi. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti kuliah dan pergi merantau ke Singapura. Di Singapura saya mendapat kesempatan untuk kuliah. Saat itu saya berniat untuk mengambil jurusan keguruan, namun tidak bisa karena terbentur oleh beberapa persyaratan yang tidak bisa saya penuhi jika masuk jurusan keguruan. Akhirnya saya memutuskan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi, meskipun dalam hati belum tau jurusan ini akan mengarahkan saya kemana nantinya, dalam hati bilang "yang penting kuliah dulu saja".

Setelah lulus kuliah pada tahun 2015, saya ikut suami dan diberi kesempatan untuk mengajar di salah satu Sekolah tempat suami mengajar meskipun saya bukan lulusan dari keguruan. Tidak perlu waktu lama untuk saya bisa merasakan seperti ada kepuasaan tersendiri saat mengajar. Meskipun saat itu saya dibayar sekitar dua ratus ribuan, tapi saya ikhlas dan senang menjalaninya. Dari situlah saya berfikir mungkin jadi guru adalah cita-cita saya yang sebenarnya. Tentu saja cita-cita tersebut bukan hanya stuck jadi guru honorer yang dibayar dua ratus ribuan, tapi  saya punya keinginan untuk menjadi guru dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) meski harus melewati berbagai tes.

Setelah meyakinkan diri bahwa betul cita-cita saya menjadi guru PNS, untuk mewujudkan cita-cita tersebut pada tahun 2017 saya mendaftar kuliah jurusan S1 Pendidikan Bahasa Inggris. Pada tahun 2019 saya juga mencoba ikut seleksi beasiswa S2 dengan pilihan jurusan kuliah yang sama yakni Pendidikan Bahasa Inggris ( Desember 2019 saya dinyatakan lolos beasiswa S2 tersebut ).

Pergolakan batin terjadi ketika ada pembukaan seleksi CPNS di tahun 2019. Kebetulan Kabupaten Cianjur yang mana setelah kurang lebih 8 tahun tidak pernah membuka formasi untuk seleksi CPNS, pada tahun 2019 ini kebetulan membuka. Saya benar-benar bingung untuk memilih antara ikut seleksi CPNS di tahun 2019 ini dengan memakai Ijazah Ilmu Komunikasi ( tentunya jabatan yang dipilih harus sesuai dengan keilmuan pada jurusan Ilmu Komunikasi ) atau tetap mempertahankan cita-cita menjadi guru PNS yang berarti harus menunda ikut seleksi ke tahun berikutnya karena pada tahun 2019 saya belum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Pendidikan.

Atas saran dan dukungan suami, juga atas dasar penasaran bagaimana real alur atau proses seleksi CPNS ( karena ini merupakan kali pertama ikut seleksi CPNS ), akhirnya saya mendaftar dan ikut seleksi CPNS dengan pilihan formasi jabatan Analis Konten Media Sosial. Tahap demi tahap seleksi saya ikuti dari mulai seleksi administrasi, SKD dan SKB. 30 November 2019 tiba saatnya diumumkan hasil akhir seleksi dan saya dinyatakan lulus.

Well, sejenak saya merenung, berfikir, dan merasakan batin yang berkecamuk antara harus senang atau sedih. Kemudian saya melihat kembali perjalanan-perjalanan ke belakang, di mana banyak pencapaian-pencapain saya yang meleset jauh dari rencana awal. Ada pula hal-hal yang saya dapatkan dalam hidup ini sama sekali tidak sesuai dengan keinginan. Tetapi dari kejadian-kejadian tersebut saya menyadari bahwa saat yang saya nginkan tidak sesuai dengan yang saya dapatkan tersebut pada akhirnya malah saya syukuri. Dari melihat pengelaman sebelum-sebelumnya itulah akhirnya saya belajar bahwa betul "yang terbaik menurut kita belum tentu yang terbaik menurut Allah, dan yang terbaik menurut Allah itu pasti yang terbaik untuk kita". 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun