Mohon tunggu...
Erni Nainggolan
Erni Nainggolan Mohon Tunggu... Lainnya - Pendidik

Mengajar dan mendidik dengan ketulusan hati

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Pengalaman Belajar Bersama Anak Berkebutuhan Khusus

24 Agustus 2021   13:15 Diperbarui: 24 Agustus 2021   13:22 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Proses Belajar-Mengajar baik di rumah maupun di sekolah membutuhkan interaksi dua arah antara siswa dengan guru atau antara anak dengan orang tua. Berdasarkan pengalaman penulis, kegigihan, kesabaran, dan ketulusan merupakan modal dasar yang harus ada pada diri seseorang ketika menjalani proses belajar-mengajar. 

Hal tersebut tentulah akan terasa mudah apabila dijalankan pada anak-anak atau siswa-siswi yang memiliki tingkat kecerdasan dan fisik yang normal. Bagaimana sebaliknya? Jika hal tersebut terjadi, maka pendidik atau orang tua harus memiliki ekstra kegigihan, kesabaran, dan ketulusan dalam mendidik.

Anak yang bersekolah di sekolah berkebutuhan khusus tentunya memiliki “kelemahan” nya sendiri.  Kelemahan akan menjadi kekuatan apabila diberi “nutrisi” yang cukup bahkan lebih. Nutrisi di sini berkaitan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu kegigihan, kesabaran, dan ketulusan. Selain itu, anak atau siswa butuh ekstra konsentrasi dalam belajar sehingga ilmu bisa diserap sedikit demi sedikit dengan baik.

Penulis memiliki pengalaman dengan seorang keponakan yang berkebutuhan khusus. Alena (nama samaran) sekarang bersekolah di SMA yang dikhususkan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Tak terasa Alena sekarang duduk di kelas 3 SMA. Pada awal Alena mengenalkan huruf dan angka hingga dapat membaca dan menulis tidaklah semudah yang dibayangkan. Alena termasuk di dalam anak Tuna Daksa. 

Dia melakukan kegiatan dengan menggunakan tangan kiri; tangan kanannya tidak aktif. Penulis memegang tangan kirinya dalam menulis pada awalnya. Jangan sampai salah dalam mengenalkan huruf atau angka pada awal karena itu akan selalu diingat olehnya. Memberikan les private untuk membantu dia lebih mudah menyerap sesuatu. Terus diberi “nutrisi” yang ekstra maka hasilnya tidak mengecewakan. 

Selain itu, penulis mengajak Alena untuk berkomunikasi untuk merangsang otaknya dan menambah perbendaharaan kosakatanya. Anak-anak seperti Alena memerlukan pendampingan yang lebih tentunya. Penulis menyadari kelemahan Alena, tapi penulis bersyukur bahwa dia memiliki semangat yang luar biasa dalam belajar hingga akhirnya bisa mandiri belajar.

Sebagai orang tua atau pendidik haruslah gigih, sabar, dan tulus dalam menjalankan tugasnya. Sekali atau dua kali mengenalkan huruf kepada anak seperti Alena tidaklah berdampak signifikan, namun perlu berpuluh-puluh kali bahkan ratusan kali untuk mengajarkannya. 

Oleh sebab itu, jangan pantang menyerah dalam mengajarkan sesuatu kepada mereka yang membutuhkan ekstra kegigihan, kesabaran, dan ketulusan kita. Jerih payah kita tidak akan hilang begitu saja, pasti Tuhan memperhitungkannya. Demikianlah pengalaman penulis bersama Alena.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun