Mohon tunggu...
Ernest Rafael
Ernest Rafael Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jakarta, Pilkada, dan Warganya

17 April 2017   10:13 Diperbarui: 17 April 2017   23:48 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari lagi, Jakarta akan memasuki babak akhir dari Pemilihan Kepala Daerah, atau Pilkada. Dari tiga pasang Cagub dan Cawagub di Pilkada edisi pertama, pasangan nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih akrab dipanggil Ahok dan Djarot Saiful Hidayat serta pasangan nomor urut tiga Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mendapat suara terbanyak dan melenggang masuk ke putaran kedua, menyisihkan pasangan nomor urut satu Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Pilkada putaran kedua sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 19 April 2017.

Tulisan ini tidak akan membahas lagi mengenai kedua pasang calon ataupun program-programnya, yang pasti sudah banyak dikupas entah melalui debat di TV ataupun tulisan-tulisan di berbagai media. Tulisan ini akan lebih membicarakan mengenai para pemilih di Jakarta, bagaimana mereka menghadapi Pilkada kali ini yang sering disebut “Pilkada rasa Pilpres.”

Di Pilkada ini, saya merasa bahwa para pendukung semakin beringas dalam mendukung pasangan calon idolanya. Berbagai cara dihalalkan, yang paling parah adalah menyebarkan fitnah dan berita-berita bohong atau hoax yang penuh kebencian. Cara ini menurut saya adalah cara paling menjijikan dan pengecut, karena membawa efek yang berimbas tidak hanya selama masa sebelum pemilihan, namun juga setelahnya.

Sebelum membahas efek tersebut, ada 3 jenis kampanye yang sering dilakukan. Pertama adalah kampanye positif, yang dari bunyinya sendiri sudah pasti tentang mengedepankan calon pilihan. Contohnya, pasangan A memiliki program yang bagus dan realistis, atau pasangan B memiliki rekam jejak yang bagus sebagai pemimpin.

Kedua adalah kampanye negatif. Meskipun kedengarannya tidak enak, namun kampanye ini bertujuan untuk mengungkap fakta dari paslon lawan. Kampanye ini menurut masih bertujuan baik, yang tentu saja kita sebagai pemilih tidak ingin dipimpin oleh calon yang terbukti pernah melakukan tindakan-tindakan negatif. Contoh kampanye negatif adalah paslon A ternyata pernah terbukti memiliki kasus pelecehan wanita, atau program yang dikedepankan paslon B tidak masuk akal atau hanya janji-janji palsu.

Yang terakhir, dan yang menurut saya paling buruk, adalah kampanye hitam atau black campaign. Kampanye ini dilakukan dengan menyebarkan fitnah dan berita-berita yang tidak mendasar. Dari Pilpres tahun 2014 cara ini sudah banyak dipakai dan di Pilkada ini sepertinya semakin marak. Apalagi kalau sudah membawa-bawa isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Salah satu contoh kampanye hitam adalah memelintir omongan atau pernyataan salah satu paslon yang bisa memicu kebencian ataupun menyebarkan pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal seperti orang yang berasal dari suku dan/atau agama tertentu tidak pantas untuk menjadi pemimpin.

Banyak orang yang masih sulit membedakan antara kampanye negatif dan kampanye hitam. Cara paling mudah adalah, ketika kita membaca berita-berita tentang paslon, biasakan untuk mencari tahu dulu kebenarannya, yang bisa dilakukan dengan mencari tahu apakah dari sumber yang kredibel atau periksa kembali dari sumber lain yang terpercaya, apakah sama atau tidak.

Kampanye hitam bisa menyebabkan munculnya kebencian di antara para pendukung. Padahal belum tentu benar, namun mereka menelan mentah-mentah saja. Yang lebih parah lagi, malah ikut menyebarkan berita bohong tersebut. Yang paling menyedihkan adalah bisa terjadi “perang saudara,” hanya karena perbedaan pilihan.

Belum lagi efeknya terhadap para calon. Salah satu dari mereka yang terpilih, akan mendapat kebencian dari apa yang tidak pernah mereka lakukan. Tentu saja nantinya akan berimbas lebih lanjut, dalam konteks ini Jakarta, bisa terhambat kemajuannya. Pendukung yang karena bukan calon andalan mereka yang terpilih, malah memilih buat menghambat kinerjanya atau bahkan menjatuhkan Gubernur terpilih.

Inilah yang perlu ditanamkan kepada para pemilih. Dukunglah paslon sewajarnya. Pelajarilah program yang diusung sebaik mungkin dan rekam jejak para paslon. Jangan berlebihan untuk mendukung paslon idola dan jangan baper. Anda harus siap untuk kecewa, entah saat paslon idola kalah, atau justru saat mereka menang.

Mengapa saat menang juga? Karena nantinya, belum tentu program yang diusung akan terlaksana karena berbagai alasan. Karena nantinya, belum tentu dia akan tetap menjadi orang seperti masa kampanya. Karena nantinya, mungkin saja malah bekerja sama dengan paslon lawan ataupun kelompok yang berseberangan pada saat kampanye.

Sebagai poin terakhir, yang menurut saya adalah yang terpenting, paslon yang akan kita pilih tetap saja manusia biasa, siapa pun itu. Kita tidak bisa mengharapkan mereka untuk melakukan semuanya untuk Jakarta.

Misalnya, kita tidak ingin Jakarta banjir, tapi tetap membuang sampah sembarangan. Kita tidak ingin Jakarta macet, tapi menyetir kendaraan dengan ugal-ugalan dan tidak peduli dengan rambu lalu lintas dan pengendara lain. Kita ingin Jakarta menjadi kota yang cantik, tapi tangan masih sering usil merusak atau mencoret-coret fasilitas publik.

Ini adalah hal yang paling penting yang harus dimengerti orang semua warga Jakarta. Untuk menjadikan Jakarta lebih baik, tidak bisa hanya berharap kepada Gubernur saja. Kita harus ikut ambil peran dalam pembangunan Jakarta.

Mari kita ikut membangun Jakarta mulai dari menggunakan hak pilih dalam pemilihan tanggal 19 April 2017. Jangan malas! Jangan mengeluh ini itu kalau ‘nyoblos’saja tidak ikut.

Mari kita dukung siapa pun Gubernur yang nantinya terpilih. Awasi segala keputusannya dengan pikiran yang jernih. Juga kembali rangkul teman dan saudara kita yang berbeda pilihan.

Mari kita turut menjaga dan membangun kota Jakarta, mulai dari tindakan-tindakan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun