Mohon tunggu...
Ernesto Raditya
Ernesto Raditya Mohon Tunggu... Freelancer - Student

I live my life.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Julid', Kebiasaan Yang Secara Manusiawi Muncul

13 Oktober 2020   13:51 Diperbarui: 13 Oktober 2020   17:20 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ketika kita sedang nge-scroll akun media sosial seperti Twitter dan Instagram, sangatlah lumrah menemukan komentar pedas bahkan cibiran yang sangat tidak manusiawi. Maraknya cibiran kepada orang-orang yang dinilai 'salah' oleh mayoritas seakan-akan menjadikanya pembenaran bahwa hal tersebut layak didapatkan oleh orang yang bersangkutan. Kata-kata kasar dan hujan hujatan mungkin sudah menjadi kebiasaan untuk 'julid', dimana akan membentuk analogi ketika ada yang berbuat salah maka jawabanya adalah menghujat.

Jika kita telaah lebih dalam, apakah fenomena ini merupakan fenomena yang buruk? Jelas, fenomena hujat-menghujat atau 'julid' adalah bentuk kebiasaan yang buruk. Namun fakta menarik ada pada kajian mengenai "orientasi nilai" yang digaungkan oleh Kluckhohn dan Strodtbeck. Kluckhohn dan Strodtbeck (dalam Samovar, dkk., 2017, h. 213), mengkaji mengenai "Orientasi Natural Manusia" bahwasanya manusia adalah makhluk yang memiliki sifat jahat. Argumen ini sangat berkaitan dengan fanatisme pada abad pertengahan dimana ketika seseorang menganggap dirinya benar, maka orang lain adalah salah. Manusia selalu merasa memiliki otoritas penuh untuk 'mendapatkan kebenaran' yang dipercayainya dari orang lain. Maka didalam kehidupan kita, lembaga hukum sangat dipercayakan untuk ada. Karena dengan hukum, akan ada regulasi yang jelas mengenai apa yang bisa dianggap benar dan salah, terlepas dari masih banyaknya kekurangan pada aturan yang dianut.

Oleh karena itu, maka jangan terlalu heran jika kebiasaan 'julid' seperti mencibir, mencaci-maki, atau menghakimi hingga saat ini masih eksis disekitar kita. Kebiasaan 'julid' semakin menjelaskan bahwa manusia memiliki budaya dengan orientasi being. Kluckhohn dan Strodtbeck (dalam Samovar, dkk., 2017, h. 219) menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat spontan dalam berperilaku dan berkepribadian. Dengan demikian, sangat wajar manusia mengekspresikan sikap jahatnya dalam menilai sesuatu yang ia tidak suka.

Namun terlepas dari kebiasaan 'julid' yang hingga kini masih populer, alangkah baiknya tetap mengutamakan yang namanya moral. Moral bisa kita agungkan dalam segala tindakan berperilaku kita. Selalu ingat bahwa apa yang kita katakan sekarang akan selalu tercatat didalam data internet, dan bisa jadi hal tersebut akan menjadi bumeran bagi kita di masa yang akan datang. Jadi, apakah masih mau untuk 'julid'? Atau memilih untuk bertobat dan melakukan hal yang lebih produktif?

Daftar Pustaka:

Samovar, Larry A. 2017. Communication Between Cultures (9th ed.). USA: Cengage Learning. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun